sampaikanlah walau satu ayat

Jumat, 19 Maret 2010

Pengantar Memahami Jahiliyah

Syari'at Islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad selama kurang lebih 23 tahun (13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah/Yatsrib) memiliki prinsip-prinsip yang tegas, baku dan aura (karakter) khusus yang membedakannya dengan umat-umat sebelumnya. Prinsip dan karekter syari'at islam sangat jauh berbeda dengan prinsip dan karakter agama (ideologi) lainnya. Pengadaan undang-undang dan aturan hidup yang memiliki karakter khas memiliki tujuan tertentu.

Contohnya, diantara tujuan diciptakan undang-undang negara adalah agar warga Negara memiliki rasa loyal dan taat kepada pemerintah. Agar tercipta ekonomi yang kuat dan keamanan yang kondusif. Lebih dari itu, agar ideologi yang dianut oleh negara "aman" dan didukung oleh rakyat. Intinya, tidak mungkin sebuah undang-undang-undang/aturan yang dirancang sedemikian rupa; memeras tenaga dan biaya yang banyak, tidak memiliki tujuan.

Demikian juga islam, sebagai aturan hidup yang diturunkan oleh Dzat Yang Maha Suci, juga memiliki tujuan yang mulia nan suci. Tujuan intinya, agar manusia mentauhidkan Allah dalam beribadah (yaitu ibadah dalam makna yang luas, bukan terbatas pada ritual rukun islam). Hal ini sebagaimana termaktub dalam firman-Nya.

"Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu" (an-nahl:36).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -seorang ulama abad ke VIII H, yang telah mencapai tingkatan Mujtahid Muthlak- menegaskan, inti seluruh ajaran islam terangkum dalam dua hal; beribadah kepada Allah semata dan beribadah kepada-Nya hanya dengan tata-cara yang diajarkan oleh rasulullah . Beliau bertutur;

"Pokok ajaran dien Islam ada dua: (1) Kita tidak boleh mempersembahkan ibada kecuali hanya kepada Allah semata. (2) Dan kita tidak boleh beribadah kepadaNya kecuali dengan apa yang telah Dia syari'atkan, bukan diada-adakan. Sebagaimana Allah berfirman (artinya), ' Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Robb-nya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." –QS. Al kahfi:110-."

Masih menurut Ibnu Taimiyah, diantara "maqhosidusy syari'ah[1]" adalah menyelisihi orang-orang jahiliyah, baik dari kalangan ahlu kitab –yahudi dan nasrani- atau kaum musyrikin lainnya; hindu, budha, dan lain-lain. Beliau Ibnu Taimiyah bahkan menulis buku khusus berkenaan dengan ini, beliau memberi judul, "Iqtidho'usy shirathil mustaqim fi mukhalafati ashhabil jahim" Terjemahan bebasnya, "Menyelisihi ashabil jahim –orang kafir- adalah tuntutan syari'at Islam."

Urgensi mengetahui perkara dan karakter Jahiliyah

Dari penjabaran diatas disimpulkan, mengetahui perkara dan karakter jahiliyah adalah sangat urgen. Pasalnya, salah satu maqoshidusy syari'ah menyelisihi karakter jahiliyah, cara pandang, metode berpikir dan ideologi jahiliyah. Karena semuanya keliru, harus diubah dan dikikis. Umat Islam dituntut untuk menjauhinya.

Agar ini semua bisa terlaksana, seorang muslim dituntut untuk mengetahui dan mempelajarinya. Upaya menjauhkan diri dari perbuatan jahiliyah tidak akan terlaksana dengan sempurna, kecuali setelah mengetahui karakter jahiliyah itu sendiri. Seseorang yang tidak mengetahui karakter, ideologi dan segala hal yang berkenaan dengan jahiliyah, tatkala ia ingin menghindarinya, boleh jadi ia justru terjatuh dalam karakter dan ideologi jahiliyah yang lain. Mempelajari dan mengetahui perkara-perkara jahiliyah bukan berarti setuju dengan jahiliyah, bukan pula untuk mempraktekkannya.

Sederhananya, mempelajari tekhnik mencuri, merampas; mengetahui daerah-daerah rawan perampokan, penjabretan atau tehnik menodong bukan berarti untuk mencuri atau melakukan kejahatan lain. Tapi untuk keamanan diri dan tindakan antisipasi.

Berapa banyak orang yang menjadi korban kejahatan disebabkan tidak paham atau masa bodoh terhadap modus operandi kejahatan; berapa banyak muslimin terjerumus dalam kejahilian karena tidak mengerti hakekat jahiliah, karakter dan akibatnya. Banyak orang merasa sudah sangat islami padahal ia tengah berada dalam kukungan kejahilihan. Ini, muaranya dari ketidaktahuan dan masa bodoh terhadap perkara-perkara, ideologi dan karakter jahiliyah.

Menurut sahabat Umar bin Khattab –seorang muslim terbaik setelah Abu Bakar t-, hancurnya Islam berawal dari sebuah generasi yang tidak memahami jahiliyah. Dalam sebuah atsarnya beliau bertutur,

"Ikatan (ajaran) Islam akan terurai satu persatu, jika dalam islam muncul tumbuh generasi yang tidak memahami jahiliyah."

Gelar "al Faruq" yang disematkan oleh rasulullah kepada beliau tidak terlepas dari luasnya pengetahuan beliau berkenaan dengan perkara jahiliyah. Umar sangat lama hidup dalam kejahiliyahan, sehingga seluk-beluk jahiliyah sangat beliau pahami.

Mempelajari Jahiliyah, Salah Satu Kunci Memahami Islam

Ada satu rahasia dari sahabat rasulullah, Hudzaifah bin Yaman , beliau dijuluki "Shohibu sirri rasulullah " –pemegang rahasia rasulullah -. Sahabat ini pernah berkisah; kenapa beliau begitu dipercaya dan mendapat banyak bocoran rahasia dari rasulullah, sering dimintai pendapat dan arahan oleh Umar bin Khattab t. Salah satu faktor yang menjadikan beliau demikian dan yang menempatkan beliau dalam jajaran ulama sahabat adalah beliau sering bertanya yang "aneh-aneh" kepada rasulullah .

Berikut penuturan beliau:

"Dulu, umumnya para sahabat bertanya kepada rasulullah r tentang kebaikan. Sedangkan aku, bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena saya khawatir keburukan itu menimpaku."

Demikianlah penuturan beliau tentang rahasia yang mendudukan beliau dalam jajaran para ulama sahabat. Menjelaskan ungkapan Hudzaifah ini Imam Al Baqa'i dalam tafsirnya –Nadhmud dhurar fi tanásubi bainal áyáti was suwar- berkata, "Yang demikian itu karena orang yang tidak mengetahui keburukan sangat berpotensi terjerumus ke dalamnya."

Satu lagi, Ibnu Taimiyah rhm seorang ulama kawakan mampu membongkar kebobrokan filsafat dan tarekat shufi sekaligus membantahnya berangkat dari pengetahuan beliau yang mendalam tentang jati diri filsafat dan tarekat shufi. Menakjubkan, ketika beliau membahas dan mengurai satu-satu persatu kedua ajaran aliran sesat ini, seakan-akan Ibnu Taimiyah adalah pakarnya, pendiri dan ideolog sejatinya.

Beliau mampu menyingkap dasar-dasar pemikiran filsafat ini lalu membantahnya, bukan bersifat kebetulan, tapi berawal dari luasnya pengetahuan beliau tentang filsafat. Bantahan itu, beliau abadikan dalam buku "Dar'ut ta'arrudh baina naqli wal 'aqli" yang berjumlah sepuluh jilid. Dalam sebuah pepatah arab dikatakan:

"Aku mengetahui keburukan bukan untuk berbuat buruk, tapi untuk menghindarinya, siapa yang tidak mengetahui keburukan, ia akan terjatuh ke dalamnya (keburukan)."

Kebenaran Semakin Nampak Setelah Mengetahui Kejahiliyahan

Sedikit teliti dalam memperhatikan "konsep pengajaran Allah kepada para hambaNya untuk memahami hakekat sesuatu" akan membuat kita takjub dan terkagum-kagum. Tatkala Allah menerangkan maksudNya kepada pada hambaNya, Allah memiliki konsep yang sangat jitu, logis dan mudah memahamkan.

Contohnya, diawal-awal surat al Baqarah Allah menerangkan karakter mukmin sejati versus mukmin imitasi (munafik). Dari ayat 2 sampai 5, Allah menerangkan secara global tapi jelas sifat dan ciri-ciri mukmin hakiki. Diantaranya; mereka tidak meragukan kebenaran al Qur'an, menjadikannya sebagai pedoman, dan beriman kepada yang ghaib.

Kemudian dari ayat 6 sampai 20, Allah menjelaskan karakter munafik. Diantaranya; angkuh, tidak mau menerima kebenaran, pengakuan imannya hanya di lisan tidak direalisasikan dalam hati dan amal badan, sering mengolok orang yang iltizam dengan syari'at.

Begitulah, jika ingin mengetahui hakekat sesuatu, pahami lawannya. Jika ingin memahami karakter kaum hawa, pahami karakter lawannya; kaum adam. Jika ingin memahami hakekat iman, pahami hakekat kufur. Dan bila ingin memahami hakekat Islam beserta karakter sejati para penganutnya, pahami hakekat jahiliyah beserta karakter pengusungnya. Demikian seterusnya.

Ada sebuah sya'ir yang sangat masyhur di bumi padang pasir:

Lawan, kebaikannya akan ditampakkan oleh lawannya…dengan mengetahui hakekat lawannya, segala sesuatu akan nampak.

Dari pemaparan yang cukup panjang diatas, kiranya sudah cukup memberikan jawaban, kenapa pada edisi-edisi mendatang, kami mencoba mensyarah dan menjabarkan beberapa karakter, ideologi dan pandangan hidup (worldview) jahiliyah. Mengenai penulis, Syaik Muhammad bin Abdul Wahhab tidak perlu ditampilkan lagi profilnya. Sepak terjang, dan andil beliau dalam menyebarkan dakwah tauhid dan menumpas ideologi syirik, telah dipaparkan pada edisi sebelumnya. Silahkan merujuk. [Mas'ud] ( An Najah- Selasa,12 Ags 2008)



[1] Maqhosidusy syari'ah adalah istilah yang popular dikalangan pakar ushulul fikih, yang berarti; tujuan diturunkannya syari'at Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar