"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) hanya kepada Allah dengan penuh pengertian dan keyakinan. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada-Nya)." (Yusuf: 108)
Dakwah Jalan Rasulullah
Firman Allah, Katakanlah, “Inilah jalanku”. Menurut Ibnu Jarir Ath Thabari, inilah jalanku, thariqah (jalan)ku yang aku berdakwah, mengajak kepada Allah semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya.”
Beliau meriwatkan dari Ibnu Zaid berkenaan firman Allah:"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) hanya kepada Allah dengan penuh pengertian dan keyakinan.” Dia berkata, “Ini jalanku (Sabiliy) maksuknya ini urusanku, sunahku dan manhajku.”
Sedangkan menurut riwayat dari Rabi’ bin Anas maksud dari “Ini jalanku (Sabiliy) adalah ini dakwahku.” (Ibnu Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan fie Ta’wilil Qur’an Juz 16 hal 291-292).
Bekenaan ayat ini Imam Asy Syaukani berkata, yaitu Katakanlah wahai Muhammad kepada orang-orang musyrik, “Inilah dakwah yang mana aku berdakwah kepadanya dan jalan aku berada di atasnya. Sabiliy adalah jalanku dan sunahku.” (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir Juz IV hal 79).
Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata, “Inilah jalanku” yaitu thariqahku (jalanku) yang mana aku berdakwah kepadanya. (Dakwah) adalah jalan yang mengantarkan (seorang hamba) kepada Allah dan negri kemuliaan. Berdakwah dengan ilmu yang benar dan mengamalkannya serta memurnikan agama hanya untuk Allah tanpa ada sekutu bagi-Nya.” (Taisirul Karimir Rahman fie Tafsiril Kalamanil Manan hal 361).
Dakwah kepada Tauhid
Mengenai ayat ini Ibnu Jarir Ath Thabari berkata, Allah mengingatkan Nabi Muhammad dengan berfirman:”Katakanlah wahai Muhammad, dakwah ini yang mana saya berada di atasnya, yaitu dakwah kepada tauhid dan ikhlas beribadah kepada-Nya tanpa menjadikan sekutu sekutu dengan illa-illah dan berhala-berhala, sehingga berujung kepada ketaatan kepadaa-Nya dan meniggalkan maksiat. (Ibnu Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan fie Ta’wilil Qur’an Juz 16 hal 291).
Ibnu katsir berkata: Allah berfirman kepada Rasul-Nya (agar mengatakan) kepadaa jin dan manusia dengan memerintahnya Nabi SAW, untuk mengabarkan kepada manusia bahwa ini adalah jalan, thariqah dan sunahnya, yaitu dakwah kepada syahadat :
“Tidak ada ilah yang haq kecuali Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya.”
Beliau melanjutkan, “Menyeru kepada Allah dengan syahadat ini diatas bashirah, keyakinan dan burhan (bukti yang nyata). Dan orang-orang yang mengikuti beliau juga berdakwah kepada apa yang beliau dakwahkan dengan bashirah, keyakinan, burhan (bukti) baik secara syar’I maupn secara akal. (Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al Adzim Juz 4 hal 422).
Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mengutus Mu'adz ke Yaman, bersabdalah beliau kepadanya: "Sungguh, kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah pertama kali da'wah yang kamu sampaikan kepada mereka ialah syahadat Laa ilaha illa Allah - dalam riwayat lain disebutkan: "Supaya mereka mentauhidkan Allah" - Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu da'wahkan itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan jagalah dirimu dari do'a orang mazhlum (teraniaya), karena sesungguhnya tiada suatu tabir penghalang pun antara doanya dan Allah." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadits ini menunjukkan bahwa tauhid (yang berarti memurnikan ibadah hanya kepada Allah dan tidak ada sekutu bagi Nya) adalah awal kewajiban. Sehingga merupakan awal yang didakwah oleh para Rasul.
Allah berfirman: "Ketika para rasul datang kepada mereka dari depan dan belakang mereka (dengan menyerukan): "Janganlah kamu menyembah selain Allah". Mereka menjawab: "Kalau Tuhan kami menghendaki tentu Dia akan menurunkan malaikat-malaikat-Nya, maka sesungguhnya kami kafir kepada wahyu yang kamu diutus membawanya".( Fushshilat:14).
Hendaknya setiap muslim juga berdakwah mengikuti Rasulullah, menyeru manusia untuk mentauhidkan Allah. Apalagi saat ini kebanyakan manusia telah menyekutukan Allah, baik orang-orang kafir sesaca umum maupun dari kalangan kaum muslimin sendiri. Allah disekutukan dalam peribadahan, ketaatan, tasyi’, hukum dan lain-lain. Dan sesungguhnya setiap kata yang dilontarkan dalam rangka dakwah kepada tauhid merupakan suatu perkataan paling baik. Hal ini sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (Fushshilat: 33).
Berdakwah dengan Bashirah
Firman Allah:
“Dengan penuh pengertian dan keyakinan”
Imam Asy Syaukani berkata, “Bashirah adalah ilmu yang membedakan antara kebenaran dan kebatilah.” (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir Juz IV hal 79).
Dan Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata, “Bashirah adalah ilmu dan yakin, tanpa ragu dan bimbang.”(Taisirul Karimir Rahman fie Tafsiril Kalamanil Manan hal 361).
Menurut syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, yang dimaksud bashirah adalah ilmu. Maka dakwah tersebut mencakup keikhlasan dan ilmu. Karena kebanyakan yang merusak dakwah adalah tidak adanya keikhlasan dan tidak adanya ilmu. Sehingga yang dimaksud ilmu dalam firman, “di atas bashirah” tidak hanya ilmu syar’i saja. Namun mencakup ilmu syar’i dan ilmu tentang keadaan mad’u (orang yang didakwahi) serta ilmu yang dapat mengantarkan kepada tujuan dari dakwah tersebut. Inilah yang disebut hikmah. Maka hendaknya (da’i) paham terhadap hukum, paham keadaan mad’u dan paham terhadap cara atau jalan yang dapat mengantarkan kepada keberhasilan dakwah tersebut. (Al Qaul Al Mufid ala Kitab At Tauhid, Juz I hal 82).
Allah berfirman:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (An Nahl: 125).
Ibnu Qayyim Al Jauziyah membagi keadaan objek dakwah menjadi tiga bagian:[1]
- Orang yang mencari kebenaaran dan mencintainya serta mendahulukan di atas segalanya apabila ia mengetahuinya. Maka orang ini didakwahi dengan hikmah dan tidak pernu membutuhkan nasehat dan bantahan.
- Orang yang sibuk dengan sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran akan tetapi dia mengerti kebenaran tapi dia lebih mengutamakannya dari pada kebenaran maka orang ini membutuhkan nasehat, dengan nasehat yang menyenangkan(tentang surga) dan menakutkan (tentang neraka).
- Orang yang mengingkari kebenaran dan memusuhinya, maka orang ini harus dibantah dengan bantahan yang baik.
Maha Suci Allah dari segala Sekutu
Firman Allah:“Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada-Nya)”
Ibnu Jarir Ath Thabari berkata, “Allah berfirman, “Katakanlah, kesucian dan keagungan bagi Allah dari sekutu dalam kekuasaan dan peribadahan kepada selain-Nya. Dan aku tiada termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada-Nya)” Yaitu aku berlepas diri dari orang-orang yang mensyirikkan Allah, aku bukan dari mereka dan mereka bukan dari (golongan)ku.”
Ibnu Katsir berkata, “Sucikanlah dan agungkanlah Allah dari semua sekutu dan tandingan-Nya. (Sucikanlah Allah) dari anak dan orang tua, istri dan pembantu. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi, Dia suci dari itu semua.
Allah berfirman:
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Al Isra’: 44
Demikianlah diantara jalan yang ditempuh Rasulullah dan orang-orang yang mengikuti beliau, yaitu berdakwah kepada tauhid dengan bashirah. Sehingga agama di muka bumi ini hanya untuk Allah. Dan tidak ada sekutu bagi-Nya baik dalam peribadahan, kekuasaan maupun tasyri’ dan hukum. Semoga kita dapat meniti jalan Rasulullah ini dan istiqamah di atasnya. Amiin. (Yazid).
[1] . Dinukil dari kitab Fathul Majid Syarh Kitab At Tauhid karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Asy Syaikh, hal 101
Tidak ada komentar:
Posting Komentar