sampaikanlah walau satu ayat

Selasa, 31 Agustus 2010

Mendidik Anak Menjadi Mujahid Islam yang Tangguh

Ats Tsaqofah Ketika berita tentang tentara Salibis yang telah bersiap untuk meluluhlantakkan Islam sampai kepadanya, Abu Qudamah ASy-Syami bergerak cepat menuju mimbar masjid. Dalam pidato yang emosional dan bertenaga, Abu Qudamah membakar semangat masyarakat muslim untuk mempertahankan tanah air mereka, dengan jihad fi sabilillah. Tak lama setelah dia meninggalkan masjid, menuruni lorong sempit dan gelap, tiba-tiba seorang wanita menghentikan langkahnya dan berkata, “Assalamu’alaikum wa rahmatullah!” Abu Qudamah berhenti, dan tidak menjawabnya.

Wanita itu mengulangi lagi salamnya, seraya menambahkan, “Hal demikian bukanlah tindakan yang seharusnya dilakukan orang shalih.” Lalu wanita itu berjalan selangkah mendekati bayangan Abu Qudamah. “Aku mendengar engkau di masjid memotivasi orang-orang beriman untuk pergi berjihad, dan yang aku punya hanyalah ini,” tuturnya seraya menyeragkan dua buah kuncir yang dipotong dari rambutnya. Wanita itu meneruskan, “Ini bisa digunakan sebagai tali kendali kuda. Semoga Allah menetapkan diri sebagai salah seorang yang pergi berjihad.

Pada hari berikutnya ketika penduduk perkampungan muslim telah bersiaga untuk berkonfrontasi dengan laskar Kristen, tiba-tiba seorang anak kecil berlari ke kerumunan dan berdiri di hadapan kuda yang ditunggangi Abu Qudamah. “Demi Allah, aku memohon kepada engkau agar mengizinkanku untuk bergabung ke dalam pasukan,” terang anak kecil itu. Tak ayal, beberapa mujahid yang lebih tua menertawakan anak tersebut. “Nanti kuda akan menginjak-injak engkau,” ejek yang lain.

Akan tetapi Abu Qudamah menatap dalam-dalam kedua matanya, lalu bocah kecil itu berkata lagi, “Demi Allah, izinkan aku untuk bergabung.” Abu Qudamah menimpali, “Tapi dengan satu syarat, jika engkau terbunuh, maka engkau akan membawaku ke surga bersama orang-orang yang engkau masukkan ke dalam syafaat (syahid)mu.” Anak itu lantas tersenyum sembari berucap, “Itu adalah janji.”

Tatkala dua pasukan bertemu dan tensi pertempuran semakin meninggi, anak kecil yang dibonceng di belakang Abu Qudamah itu meminta, “Demi Allah aku meminta kepadamu untuk memberiku tiga anak panah!” Abu Qudamah menjawab, “Engkau akan menyia-nyiakannya.” Anak itu mengulangi lagi, “Demi Allah, aku meminta kepadamu untuk memberiku anak panah.”

Lalu Abu Qudamah pun memberinya tiga anak panah, lantas anak itu mulai membidik. “Bismillah,” ucapnya. Kemudian anak panah pertama itu melesat dan membunuh seorang tentara Romawi. “Bismillah,” ucapnya kedua kali. Lalu anak panah kedua melesat dan menewaskan seorang tentara Romawi lagi. “Bismillah,” ucapnya lagi. Kemudian anak panah terakhir itu pun menyungkurkan seorang tentara Romawi lainnya.

Tak lama setelah itu, sebuah anak panah melesat menembus dada anak kecil itu, membuatnya jatuh terpelanting dari kuda. Sontak Abu Qudamah pun loncat dari kudanya dan mendekati anak itu, lalu mengingatkannya sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, “Jangan melupakan janji!” kemudian anak itu meraih sakunya, dan mengeluarkan sebuah kantong seraya berujar, “Tolong kembalikan ini kepada ibuku.” “Siapa ibumu?” tanya Abu Qudamah. Anak itu berkata dengan terengah-engah, “Wanita yang kemarin memberimu dua buah kuncirnya.”

Demikian kisah teladan mujahid Islam yang dikisahkan Ibnul Jauzi dalam Shifat Ash-Shafwah. Kisah wanita yang memotong kuncirnya tersebut dikomentari Ibnul Jauzi sbb: “Wanita ini niatnya baik, namun caranya keliru karena dia tidak tahu bahwa perbuatannya itu –yakni memotong kuncirnya– terlarang, karenanya dalam hal ini kita hanya menyoroti niatnya saja.” (Shifat Ash-Shafwah, 1/459)

Renungkanlah wanita tersebut; bagaimana dia menggapai tingkatan ketakwaan maksimal, yang mana dia rela mengorbankan rambutnya, ketika hari ini banyak wanita memperindah rambut mereka untuk meniru orang-orang kafir. Dan dia juga pasrah mengorbankan anaknya, ketika dewasa ini para wanita justru sanggup mati asalkan anak-anak mereka bersama mereka. Ya, wanita dalam kisah di atas menghabiskan hidupnya dalam ketaatan kepada Allah, dan ketika ujian itu datang, dia dengan mudahnya melewatinya. Bukan hanya dirinya yang sanggup melewati ujian tersebut. Anak lelaki yang telah didiknya pun bersinar dengan kemilau keimanan seperti ibunya.

Sejarah Islam diwarnai dengan banyak wanita beriman yang sukses mencetak pribadi-pribadi tangguh dan para pembela Islam. Mereka patut ditiru, karena mereka adalah teladan sempurna. Kita mungkin pernah mendengar kisah tentang seorang pemuda dengan seorang raja kafir. Yaitu ketika seluruh penduduk desa berbondong-bondong memeluk Islam dikarenakan syahidnya pemuda tersebut, maka raja memerintahkan supaya di setiap jalan digali parit dan dinyalakan api. Lalu setiap penduduk ditanya tentang agamanya, jika dia telap setia kepada agama raja, maka dibiarkan. Akan tetapi jika dia tetap beragam dengan agama si pemuda (percaya kepada Allah), maka akan dimasukkan ke dalam parit api itu.
Maka orang berjejal-jejal saling dorong untuk masuk ke dalam parit api itu, disebabkan keyakinan mutlak mereka terhadap akidah sang pemuda yang syahid. Sehingga tiba giliran seorang wanita menggendong bayinya yang masih menyusu, ketika bayinya diangkat oleh pengikut-pengikut raja untuk dimasukkan ke dalam parit api itu, wanita itu hampir menuruti mereka untuk murtad, karena merasa kasihan kepada anaknya yang masih bayi. Tiba-tiba bayi itu berkata dengan suara lantang, “Bersabarlah wahai ibuku, karena engkau sedang mempertahankan yang benar.” Akhirnya, wanita mukminah itu masuk ke dalam parit api bersama bayi yang digendongnya.

Mengenai hal ini, Allah berfirman, “Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Al-Buruj 8-9).

Dan salah satu sosok mukminah yang sudah tak asing lagi adalah Al-Khansa yang dikenal sebagai ibunda para syahid. Dia menikah dengan Rawahah bin Abdul Aziz As-Sulami. Dari pernikahan itu dia mendapatkan empat orang anak lelaki. Dan melalui pembinaan dan pendidikan tangan-tangannya, keempat anak lelakinya ini tampil menjadi pahlawan-pahlawan Islam yang terkenal. Hal itu dikarenakan dorongannya terhadap keempat anak lelakinya yang telah gugur syahid di medan Al-Qadisiyah.

Sebelum peperangan dimulai, terjadilah perdebatan sengit di rumah Al-Khansa. Di antara keempat putranya telah terjadi perebutan kesempatan mengenai siapakah yang akan ikut berperang melawan tentara Persia, dan siapakah yang harus tinggal di rumah bersama ibunda mereka. Keempatnya saling tunjuk menunjuk kepada yang lainnya untuk tinggal di rumah. Masing-masing ingin turut berjuang melawan musuh fi sabilillah.
Rupanya, pertengkaran mereka itu telah terdengar oleh ibunda mereka, Al-Khansa. Maka Al-Khansa mengumpulkan keempat anaknya dan berkata:

“Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian memeluk agama ini tanpa paksaan. Kalian telah berhijrah dengan kehendak sendiri. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya kalian ini putra-putra dari seorang lelaki dan dari seorang perempuan yang sama. Tidak pantas bagiku untuk mengkhianati bapakmu, atau membuat malu pamanmu, atau mencoreng arang di kening keluargamu.

Jika kalian telah melihat perang, singsingkanlah lengan baju dan berangkatlah, majulah paling depan niscaya kalian akan mendapatkan pahala di akhirat. Negeri keabadian.
Wahai anakku, sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu Rasul Allah. Inilah kebenaran sejati, maka untuk itu berperanglah dan demi itu pula bertempurlah sampai mati.

Wahai anakku, carilah maut niscaya dianugrahi hidup.”

Pemuda-pemuda itu pun keluar menuju medan perang. Mereka berjuang mati-matian melawan musuh, sehingga banyak musuh yang terbunuh di tangan mereka. Akhirnya nyawa mereka sendirilah yang tercabut dari tubuh-tubuh mereka. Ketika ibunda mereka, Al-Khansa, mendengar kematian anak-anaknya dan kesyahidan semuanya, sedikit pun dia tidak merasa sedih dan kaget. Bahkan ia berkata, “Alhamdulillah yang telah memuliakanku dengan syahidnya putra-putraku. Semoga Allah segera memanggilku dan berkenan mempertemukan aku dengan putra-putraku dalam naungan Rahmat-Nya yang kokoh di surgaNya yang luas.”

Inilah mengapa Al-Khansha dijuluki ibunda para syahid (ummu syuhada). Namun bukan gelar sebagai Ummu Syuhada ini yang dia cari, melainkan keridhaan dari Allah SWT. Diberi gelar ataupun tidak adalah sama baginya, dia akan tetap memotivasi anaknya untuk tetap tegar di medan perang, dan rela melepas mereka semua pergi menuju kampung abadi dengan gelar sebagai syuhada.

MENCETAK PARA MUJAHID TANGGUH

Seandainya semua ibu dewasa ini memiliki orientasi hidup dan prinsip sebagaimana para ibunda dalam kisah di atas, maka dunia Islam akan melihat para pahlawan dan pejuang yang siap memperjuangkan Islam.

Namun, pada zaman ini, peran ibu seolah tergantikan oleh para pembantu, baby sitter, atau dititipkan di tempat penampungan anak (day care). Betapa banyak ibu yang lebih fokus dan ambisius pada karier mereka sehingga perhatian dan kasih sayang pada anak pun berkurang bahkan hilang. Tidak jarang pula dijumpai banyak para ibu yang memiliki banyak waktu bersama anak namun merasa bingung apa yang harus dilakukan untuk mengasah potensi buah hatinya.

Dua kondisi tersebut menunjukkan minimnya pemahaman seorang ibu tentang perannya dan optimalisasi perannya, yaitu berusaha melahirkan generasi mulia; generasi para mujahid. Tentunya, menjadi ibu pencetak mujahid meniscayakan proses pembelajaran, di antaranya adalah:

1. Bagaimana dia bisa memberikan pendidikan dan pengajaran terbaik pada anak-anaknya, meliputi pemahaman akidah yang benar, syariat yang komprehensif, dan akhlak terpuji.

2. Bagaimana agar anak-anaknya selalu memberikan respon positif kepada ibu mereka.

3. Bagaimana menampilkan pesona sejati ibu shalihah dan anak-anak yang shaleh serta shalihah?
4. Bagaimana ibu dan anak-anaknya dicintai Allah dan Rasul-Nya

5. Bagaimana ibu menemukan rahasia metodologi dan epistemologi dalam mencetak generasi mujahid, berdasarkan manhaj ahlussunnah wal jama’ah dan paradigma tha`ifah manshurah (kelompok yang selamat).

6. Terakhir, bagaimana menghadirkan suasana ‘perjuangan setiap hari' di rumah. Dalam artian, anak-anak harus diberi pemahaman bahwa antara kebenaran dan kebatilan senantiasa bertarung, dan kebenaran harus bisa melenyapkan kebatilan, dalam setiap ranah kehidupan.

Guna merealisasikan hal-hal di atas, syariat Islam kaffah (integral) memberikan peranti-peranti yang dibutuhkan oleh ibu untuk belajar menjadi pencetak generasi mujahid. Pertama, ilmu Allah dengan Islam yang bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Kedua, teladan yang baik bagi para manusia, khususnya muslim dan muslimah dalam mendidik generasi mujahid, yakni Rasulullah, para shahabat dan shahabiyah, tabi’in dan tabi’ut-tabi’in, serta para ulama Salafus-Shaleh lainnya. Sementara hal-hal teknisnya bisa diketahui dan dipelajari dari berbagai majlis ilmu dan buku-buku keislaman yang bermanhaj lurus.

Demikianlah, semoga dalam waktu dekat kita akan menyaksikan munculnya para mujahid dari para ibunda seperti Al-Khansha dan lainnya. Sehingga mereka dapat tampil memberangus kebatilan, kemaksiatan kemusyrikan, hal-hal bid’ah, atau meruntuhkan hukum thaghut yang berkuasa. Amin!

Selasa, 17 Agustus 2010

Mengembalikan Citra Muslimah


Orang-orang kafir terus-menerus melancarkan serangannya melawan Islam dan kaum Muslimin, juga mengadopsi strategi baru yang didisain untuk menghancurkan pemikiran wanita Muslimah dengan tujuan untuk menghancurkannya dan keluarganya. Rasulullah SAW menginformasikan kepada kita bahwa wanita Muslimah adalah tulang punggung Ummat, namun orang-orang kafir terus menyusupi pemikiran wanita Muslimah dan telah mengubah pandangan mereka dari yang seharusnya selalu bersandar kepada perintah dan larangan Allah SWT.

Ada banyak musuh-musuh kaum Muslimah yang mengikuti syetan sampai Yahudi, Nasrani, Musyrikin dan kaum sekularis, yang membawa tujuan yang sama yaitu meracuni pemikirannya dengan kotoran dan propaganda bahwa mereka harus seperti wanita Barat pada hari ini. Di bawah embel-embel kebebasan, wanita Muslimah dimangsa oleh media dan berbagai institut pendidikan seperti halnya kurikulum nasional. Dengan ini, beberapa strategi dan alat digunakan sebagai konspirasi untuk meracuni pemikirannya dengan begitu dia tidak lagi senang dengan tugas utamanya, sebagai seorang ibu atau ibu rumah tangga; tetapi dia ingin menjadi korban penghinaan, pelecehan, dan keburukan di masyarakat sekarang dimana dia tinggal.

Konspirasi Melawan Wanita Muslimah

Majalah baru telah diperkenalkan dengan tujuan mengganti model (idola) yang sholehah, seperti Shahaabiyat (para sahabat wanita) dengan bintang pop dan model cat walk saat ini. Majalah-majalah yang sama juga mempromosikan industri kosmetik dan ide-ide seperti kecantikan, fashion dan ‘kesuksesan wanita karir’, dan membawa ide-ide yang bertolak belakang dengan Islam.

Mereka bertujuan untuk menghancurkan gambaran dari suami Muslim dan membandingkannya dengan orang-orang Barat. Mereka mempromosikan suami Muslim sebagai salah satu orang yang membolehkan suaminya untuk mempunyai sebuah ‘kehidupan’ dan menganggapnya kuno dan ketinggalan zaman, menyatakan bahwa pemikiran dan pandangannya sudah tidak mempunyai nilai sosial di kehidupan sekarang. Sedikit yang menyadari bahwa wanita Muslimah sesungguhnya telah benar-benar memahami hadits yang berbunyi:

‘Istri yang diridhoi olehNya adalah ketika dia mati bisa ke surga melalui semua pintu yang dia inginkan.’

Orang-orang kafir telah mendisain program untuk menjadikan wanita Muslimah masuk ke dalam tendensi pendidikan, sebuah edukasi yang fokus pada “kebaratan” dan jalan untuk mengadopsi kebudayaan-kebudayaannya terhubung langsung dengan keimanannya; selanjutnya, identitasnya bisa menjadi sama dengan orang-orang atau wanita kafir, dan jika itu terjadi, maka dia jelas menunjukkan kelemahan imannya. Rasulullah SAW menginformasikan kepada kita bahwa,

‘Dia bukan golongan kami yang mengikuti Kuffar (Orang-orang kafir).’

Mereka menggunakan sabun untuk mengaburkan pemikiran wanita Muslimah dengan tujuan untuk menjadikan dia seorang yang materialistis. Mereka bahkan memperpanjang untuk mengartikan sabun ini ke dalam bahasa yang wanita Muslimah mengerti dalam bagian dunia yang berbeda.

Ibu rumah tangga ditawarkan alternatif yang lebih baik seperti pendidikan dan entertaimen dan dijamin bahwa entertaimen ini tidak berdasarkan syari’ah. Sebagai contoh pergaulan bebas yang lazim pada saat alternatif itu ditawarkan. Muslimah selanjutnya, akan memahami perkataan Nabi SAW ketika beliau berkata,

“Wahai kaum laki-laki dan perempuan, pisahkan diri kalian; tidak diperbolehkan bagi kalian berada di tempat yang sama.

Wanita Muslimah diinformasikan tentang hak mereka di Barat dan mengatakan bagaimana mereka menjadi wanita bebas dan mereka seharusnya tidak seperti budak. Namun, bagaimana ini bisa menjadi mungkin ketika Muslim, mengabaikan apakah mereka pria dan wanita, adalah seorang ‘hamba’ Allah?

Muslimah didorong untuk menyerukan persamaan dengan laki-laki dan dia sering mengatakan bahwa agama yang mengajarkannya. Namun, Muwahhidah (seorang wanita dengan tauhid yang lurus) sejati akan mengetahui bahwa jika Penciptanya telah memutuskan sesuatu maka dia akan menaati dengan ikhlas sebagaimana yang dia pahami dari Al-Qur’an Surah 33, ayat 36:

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.’

Mereka melukiskan gambaran ibu rumah tangga menjadi rendah dan menyoroti wanita Barat modern. Mereka juga mencoba untuk menanamkan dalam benak mereka bahwa dia tidak membutuhkan perlidungan dari laki-laki manapun dan bahwa ayah atau suaminya bukanlah amir (pemimpin) nya tetapi seseorang yang sama seperti dirinya.

Mereka berkata kepada Muslimah bahwa Muslim laki-laki sangat menindas dan akhirnya Islam menyalahkan perbuatannya menurut kepercayaannya. Mereka gagal membedakan anatara kultur, tradisi dan Dien, dan mempromosikan Islam sebagai sebuah penindasan jalan hidup yang didisain untuk menekan kebutuhan wanita dengan menaikkan derajat pria.

Wanita diajarkan untuk masuk ke dalam pusat kebugaran dan gimnasium kemudian menceritakan bahwa tubuh yang ramping itu menarik selanjutnya menghalangi mereka dari kebutuhan anak karena mereka menjadi lebih tertarik memelihara jari-jari mereka. Namun, Muslimah sejati akan mengetahui bahwa Rasulullah SAW telah berkata kepada kita bahwa Dia SAW merasa bangga kepada wanita yang pada hari pengadilan yang menikah dan merawat anak-anak mereka, dan dia masih bisa merawat tubuhnya walaupun melakukan ini!

Walaupun hanya sedikit contoh yang telah disoroti di atas, itu menjadi bukti bahwa orang-orang kafir telah mempersiapkan untuk berbuat apa saja untuk mempengaruhi pemikiran Muslimah dengan konspirasi mereka juga agenda busuk yang terus dilancarkan. Namun Muslimah sejati akan berpandangan lurus melewati kebohongan dan pandangan yang salah ini selanjutnya akan memahami realitas bahwa tidak ada ideologi di muka bumi ini dan tidak ada sekolah saat ini yang menghormati wanita Muslimah seperti Islam melakukannya.

Dia akan memahami dan dengan kuat yakin bahwa Syari’ah melindunginya seperti seorang Ibu, anak perempuan, istri, bibi dan sebagainya dan Allah SWT telah memuliakannya dan meberikannya kedudukan yang tinggi di dunia. Dia tidak akan kalah terhadap keinginan-keinginan non-Muslim dan akan terus taat kepada Allah SWT di semua aspek kehidupannya, menjadi seperti ini baik dalam kehidupan pribadinya maupun kehidupan sosialnya, dan akan terus meninggikan Kalimah Allah SWT.

Rasulullah SAW bersabda tentang seorang wanita Muslimah,

‘Seluruh dunia adalah perhiasaan, dan sebaik-baik perhiasan di dunia adalah wanita yang sholeh.’

Wallahu’alam bis Showab!

(al muhajirun, 18 april 2010)

Al-Qaidah Baru Kini Telah Tiba


Generasi baru al-Qaidah telah datang, dan mereka jauh lebih hebat, dibanding dengan Osama dan Ayman al-Zawahiri. Para pengamat Gerakan islam, memperingatkan akan perluasan al-Qaidah yang sudah mempunyai hubungan dengan kelompok Jihadis di Yaman, Somalia, dan beberapa negara Afrika lainnya.

Generasi baru al-Qaidah ini, yang mempunyai hubungan dengan kelompok Jihadis di Yaman, dan suku-suku setempat, yang terus memperkuat basis gerakan mereka di tengah-tengah melemahnya pemerintahan Yaman yang dipimpin Presiden Ali Abdullah Saleh.

Generasi baru ini berbeda dengan generasi sebelumnya, dan juga berbeda dengan organisasi kelompok sebelumnya. Generasi baru ini terdiri dari orang-orang yang terdidik, dan mereka mampu menggunakan alat-alat modern yang sangat canggih, khususnya dibidang komunikasi dan senjata. Mereka juga menemukan senjata baru yang jauh lebih modern, ujar seorang pengamat.

Generasi baru al-Qaidah ini, adalah generasi baru mujahidin, yang akan menggantikan Osama dan Ayman al-Zawahiri, dan akan mempunyai kemampuan yang lebih dahsyat dibanding dengan generasi tuanya, terutama dibidang persenjataan. Mereka mendapatkan pendidikan di negara-negara maju, dan menggunakan komunikasi yang sangat canggih dalam gerakan mereka. Inilah yang sekarang menjadi kekawatiran kalangan Barat, khususnya menghadapi kecenderungan baru, yang sekarang berkembang, dan bukan hanya di dunia Islam, tetapi di Barat. Tentu, ini tak lain, akibat dari buruknya pandangan Barat, khususnya terhadap umat Islam dan Islam, yang terus melakukan penjajahan.

Belum lama berlangsung konferensi yang diselenggarakan oleh ‘The International Center for Future and Strategic Studies (ICFS) di Cairo, yang berlansung 27 Januari 2010, yang mengambil tema,”Evolution of al-Qaidah”, generasi baru al-Qaidah ini akan menjadi ancaman keamanan regional, dan dengan melakukan konfrontasi dengan pemerintah dan kelompok-kelompok yang menjadi alat asing (Barat), yang sekarang ini terus menjajah dan mencengkeram negara-negara Islam. Konferensi itu dihadiri dari berbagai ahli politik, keamanan, dan pengamat di bidang Gerakan Islam, yang berasal dari berbagai negara, Mesir, Yaman, Palestina, dan beberapa negara Arab lainnya.

Makram Mohammed Ahmed, seorang penulis dan Ketua Sindikat Wartawan Mesir, menjadi pembicara utama, mengingatkan resiko organisasi lokal, yang mempunyai hubungan dengan al-Qaidah, dapat mempengaruhi kehidupan politik di Mesir, sesudah kegagalan mereka di AS. Akram mencontohkan, bangkitnya al-Qaidah di Yaman, sesudah kegagalan mereka di Iraq, dan kemudian mereka berpindah ke Yaman. Mereka dapat membangun kekuatan degnan cepat, khususnya dengan banyaknya kelompok militan, yang akan menjadi generasi baru al-Qaidah. Sekarang telah lahir apa yang disebut al-Qaidah ‘Jazirah Arab’, yang dibawah pimpinan Abu Bashir al-Wahayshi, yang berasal dari Yaman.

Ketua Sindikat Wartawan Mesir itu yakin bahwa al-Qaidah yang sekarang membangun basis gerakannya di Yaman, akan menjadi faktor ancaman baru di kawasan itu. Kebangkitan al-Qaidah, yang bersama-sama dengan kelompok Jihadis Salafi, dan Gerakan al-Shabab di Somalia, menjadi kekuatan besar di masa depan. Tentu ini menjadi ancaman para sekutu Barat (AS). Inilah yang menjadi kekawatiran sejumlah pengamat, dan para presiden dan raja, yang sekarang menghadapi ketidak percayaan rakyatnya, karena mereka terlalu dekat Barat, yang sudah banyak melakukan pembantaian dan penghancuran terhahadap umat Islam, seperti yang terjadi di Palestina, Iraq, Afghanistan, dan Somalia

Menurut Prof. Fuad Salabi, dari Universitas di Yaman, dan Abdul Rahim, yang memimpin lembaga riset, Arab Center for Reseach and Studies, menegaskan, “Fenomena generasi baru al-Qaidah dan orientasi mereka, suatu yang sangat baru, dan dengan latar belakang pendidikan mereka, serta kemampuan mereka membangun organisasi, komunikasi dan senjata baru yang lebih canggih, adalah tipe generasi baru gerakan al-Qaidah”, ujar Rahim.

Al-Qaidah, dan kelompok Jihadis Salafi, merupakan jenis baru Gerakan Islam, yang melakukan perlawanan terhadap bentuk penjajahan Barat dan sekulerisme (materialisme), yang sekarang mengancam kaum muslimin.(m/erm/syk)

Share almuhajirun


Al-Qaidah Baru Kini Telah Tiba


Generasi baru al-Qaidah telah datang, dan mereka jauh lebih hebat, dibanding dengan Osama dan Ayman al-Zawahiri. Para pengamat Gerakan islam, memperingatkan akan perluasan al-Qaidah yang sudah mempunyai hubungan dengan kelompok Jihadis di Yaman, Somalia, dan beberapa negara Afrika lainnya.

Generasi baru al-Qaidah ini, yang mempunyai hubungan dengan kelompok Jihadis di Yaman, dan suku-suku setempat, yang terus memperkuat basis gerakan mereka di tengah-tengah melemahnya pemerintahan Yaman yang dipimpin Presiden Ali Abdullah Saleh.

Generasi baru ini berbeda dengan generasi sebelumnya, dan juga berbeda dengan organisasi kelompok sebelumnya. Generasi baru ini terdiri dari orang-orang yang terdidik, dan mereka mampu menggunakan alat-alat modern yang sangat canggih, khususnya dibidang komunikasi dan senjata. Mereka juga menemukan senjata baru yang jauh lebih modern, ujar seorang pengamat.

Generasi baru al-Qaidah ini, adalah generasi baru mujahidin, yang akan menggantikan Osama dan Ayman al-Zawahiri, dan akan mempunyai kemampuan yang lebih dahsyat dibanding dengan generasi tuanya, terutama dibidang persenjataan. Mereka mendapatkan pendidikan di negara-negara maju, dan menggunakan komunikasi yang sangat canggih dalam gerakan mereka. Inilah yang sekarang menjadi kekawatiran kalangan Barat, khususnya menghadapi kecenderungan baru, yang sekarang berkembang, dan bukan hanya di dunia Islam, tetapi di Barat. Tentu, ini tak lain, akibat dari buruknya pandangan Barat, khususnya terhadap umat Islam dan Islam, yang terus melakukan penjajahan.

Belum lama berlangsung konferensi yang diselenggarakan oleh ‘The International Center for Future and Strategic Studies (ICFS) di Cairo, yang berlansung 27 Januari 2010, yang mengambil tema,”Evolution of al-Qaidah”, generasi baru al-Qaidah ini akan menjadi ancaman keamanan regional, dan dengan melakukan konfrontasi dengan pemerintah dan kelompok-kelompok yang menjadi alat asing (Barat), yang sekarang ini terus menjajah dan mencengkeram negara-negara Islam. Konferensi itu dihadiri dari berbagai ahli politik, keamanan, dan pengamat di bidang Gerakan Islam, yang berasal dari berbagai negara, Mesir, Yaman, Palestina, dan beberapa negara Arab lainnya.

Makram Mohammed Ahmed, seorang penulis dan Ketua Sindikat Wartawan Mesir, menjadi pembicara utama, mengingatkan resiko organisasi lokal, yang mempunyai hubungan dengan al-Qaidah, dapat mempengaruhi kehidupan politik di Mesir, sesudah kegagalan mereka di AS. Akram mencontohkan, bangkitnya al-Qaidah di Yaman, sesudah kegagalan mereka di Iraq, dan kemudian mereka berpindah ke Yaman. Mereka dapat membangun kekuatan degnan cepat, khususnya dengan banyaknya kelompok militan, yang akan menjadi generasi baru al-Qaidah. Sekarang telah lahir apa yang disebut al-Qaidah ‘Jazirah Arab’, yang dibawah pimpinan Abu Bashir al-Wahayshi, yang berasal dari Yaman.

Ketua Sindikat Wartawan Mesir itu yakin bahwa al-Qaidah yang sekarang membangun basis gerakannya di Yaman, akan menjadi faktor ancaman baru di kawasan itu. Kebangkitan al-Qaidah, yang bersama-sama dengan kelompok Jihadis Salafi, dan Gerakan al-Shabab di Somalia, menjadi kekuatan besar di masa depan. Tentu ini menjadi ancaman para sekutu Barat (AS). Inilah yang menjadi kekawatiran sejumlah pengamat, dan para presiden dan raja, yang sekarang menghadapi ketidak percayaan rakyatnya, karena mereka terlalu dekat Barat, yang sudah banyak melakukan pembantaian dan penghancuran terhahadap umat Islam, seperti yang terjadi di Palestina, Iraq, Afghanistan, dan Somalia

Menurut Prof. Fuad Salabi, dari Universitas di Yaman, dan Abdul Rahim, yang memimpin lembaga riset, Arab Center for Reseach and Studies, menegaskan, “Fenomena generasi baru al-Qaidah dan orientasi mereka, suatu yang sangat baru, dan dengan latar belakang pendidikan mereka, serta kemampuan mereka membangun organisasi, komunikasi dan senjata baru yang lebih canggih, adalah tipe generasi baru gerakan al-Qaidah”, ujar Rahim.

Al-Qaidah, dan kelompok Jihadis Salafi, merupakan jenis baru Gerakan Islam, yang melakukan perlawanan terhadap bentuk penjajahan Barat dan sekulerisme (materialisme), yang sekarang mengancam kaum muslimin.(m/erm/syk)

Share almuhajirun


Ramadhan: Bulan Perjuangan Mewujudkan Kemerdekaan Hakiki

Oleh M. Fachry




Tidak terasa sudah 65 tahun lalu, tepatnya 17 Agustus 1945, negeri ini merdeka dari penjajahan fisik yang dilakukan oleh negara-negara kolonialis. Umat Islam, yang merupakan mayoritas di negeri ini, tentu patut bersyukur atas anugerah kemerdekaan ini. Namun demikian, sangat disayangkan, kemerdekaan seolah dipahami oleh bangsa ini semata-mata sebagai keterbebasan negeri ini dari penjajahan secara fisik.

Akibatnya, penjajahan non-fisik (yakni penjajahan pemikiran/ideologi, politik, ekonomi, sistem sosial dan budaya) yang berakar pada kapitalisme global sering tidak disadari sebagai bentuk penjajahan. Padahal penjajahan non fisik dalam wujud dominasi kapitalisme global ini jauh lebih berbahaya daripada penjajahan fisik. Penjajahan non fisik dalam wujud dominasi kapitalisme global ini juga telah menimbulkan penderitaan yang luar biasa bagi bangsa ini khususnya dan umat manusia di dunia umumnya; selain memakan korban jiwa yang terbunuh secara pelan-pelan.


Ramadhan di Tengah Penjajahan Non-Fisik

Saat ini mayoritas negeri-negeri muslim merasa sudah merdeka, dalam arti, lepas dari penjajahan dan cengkeraman asing dan bisa menentukan nasib sendiri. Faktanya, tidak ada satu pun negeri muslim yang dapat lepas dari cengkeraman asing. Disadari atau tidak ternyata asing hanya mengubah gaya penjajahannya dari penjajahan secara fisik ke penjajahan secara non fisik. Pada Ramadhan saat ini kita masih menyaksikan potret kehidupan masyarakat Indonesia yang hidup di negeri agraris yang penuh dengan keprihatinan yang luar biasa akibat penjajahan non fisik.

Hasil sensus BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa dari jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta, yang masuk kategori miskin sekitar 13% lebih atau (sekitar 30 juta lebih). Itu pun jika menggunakan standar yang tidak manusiawi, yakni kemiskinan diukur dengan pendapatan per orang sekitar Rp 9 ribu/hari. Kalau menggunakan standar Bank Dunia, yakni sekitar Rp 18 ribu/hari tentu kita akan menemukan angka lebih dari 100 juta penduduk miskin di Indonesia. Ironisnya, meski penduduknya banyak yang miskin, negeri ini termasuk negeri terkorup, hal ini dibuktikan adanya riset PERC (Political & Economic Risk Consultancy) yang berbasis di Hongkong yang merilis bahwa Indonesia memiliki indek korupsi hampir "sempurna"; 9,07 dari angka maksimal 10. Padahal sumber APBN negeri ini 70%-nya dari pajak rakyat. Artinya, para koruptor di negeri ini banyak mengkorupsi uang rakyat.

Di negeri penghasil beras ini, meski sudah 65 tahun merdeka, faktanya masih ada penduduk Indonesia yang kelaparan akibat kekurangan pangan. Menurut sumber World Development Indicator 2007, jumlah penduduk di Indonesia yang dinyatakan rawan pangan mencapai 13.8 juta jiwa (6%). Data ini diperkuat dengan kasus kelaparan di beberapa tempat, bahkan ada yang sampai meninggal akibat gizi buruk dan ada juga masyarakat yang terpaksa makan nasi aking dll. Tentu itu semua baru sebagian kecil yang terekspos oleh media.

Belum lagi jika kemerdekaan diukur dengan kemandirian bangsa ini terhadap campur tangan dan intervensi asing dalam berbagai bidang. Di antaranya:

Pertama, bidang hukum. Hukum yang berlaku di Indonesia 80% masih hukum Belanda. Penjajah Belanda diusir, namun hukumnya tetap dipakai dan dilestarikan. Kedua, bidang ekonomi. Beban utang Indonesia yang terus bertambah. Menurut data Kementrian Keuangan, jumlah utang Indonesia saat ini Rp 1.600 triliun dan terus meningkat dari sebelumnya berjumlah Rp 1.200 triliun pada tahun 2004 (metrotvnews, 19/4/2010). Bahkan para pejabat Indonesia terus menyerahkan leher Indonesia dijerat utang luar negeri. Ketiga, bidang perundang-undangan. Pembuatan perundang-undangan tidak lepas dari campur tangan asing. Tengoklah nuansa campur tangan asing dalam UU Sumberdaya Air, UU Migas, UU Penanaman Modal, dll. Keempat, Bidang Keamanan, adanya kasus terorisme yang menampilkan sikap arogan aparat dengan menumpahkan darah rakyat begitu saja hanya bersandarkan pada dugaan atau baru diduga teroris. Langkah kontra terorisme tersebut tampak sarat dengan pelanggaran HAM dan tercium kuat aroma "pesanan" dari negara penjajah AS dengan proyek "perang melawan terorisme". Adanya informasi bahwa Densus 88 didanai AS sangat sulit dibantah. Dana AS yang mengalir kepada Polri untuk mendirikan Densus 88 sangat besar dan setiap tahunnya mengalami peningkatan. (Eramuslim, FUI: AS danai densus 88, 26/06/2007 ).

Dalam situs Wikipedia tentang Densus 88, dinyatakan dengan tegas bahwa "Pasukan khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Negara AS dan dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan U.S. Secret Service. Kebanyakan staf pengajarnya adalah bekas anggota pasukan khusus AS. Pusat pelatihannya terletak di Megamendung, 50 kilometer selatan kota Jakarta." (wikipedia.org , 10 Agustus 2009). Semua ini menunjukkan bahwa bangsa ini tidak mandiri, belum bebas dari campur tangan asing dan tentu belum merdeka secara hakiki.


Ramadhan: Saatnya Terapkan Al-Quran Untuk Kemerdekaan Hakiki

Kemakmuran dan kemandirian jelas merupakan dua hal di antara ciri bangsa yang merdeka. Kedua hal ini hanya mungkin diwujudkan dengan kembali pada Al-quran (syariah Islam). Secara i'tiqadi, kita wajib meyakini bahwa syariah Islam tidak hanya sanggup mewujudkan kemerdekaan hakiki, tetapi bahkan mewujudkan rahmat bagi semesta alam. Lebih dari itu, syariah Islamlah yang akan sanggup membebaskan manusia dari segenap belenggu penjajahan sekaligus dari penghambaan manusia kepada manusia lain menuju penghambaan hanya kepada Allah SWT semata. Itulah sebenarnya kemerdekaan yang hakiki, yang pernah berhasil diwujudkan oleh Rasulullah saw dalam wujud Daulah Khilafah Islamiyah.

Puasa Ramadhan yang telah mengajari kita ketundukan dan ketaatan kepada Allah SWT haruslah semakin menyadarkan kita untuk semakin tunduk dan taat pada al-Quran, wahyu yang telah Allah turunkan sebagai petunjuk bagi kita. Bulan Ramadhan yang merupakan bulan turunnya Al-quran seharusnya kita gunakan untuk merenung dan mengintrospeksi diri: sudah sejauh mana kita menjadikan al-Quran sebagai petunjuk hidup kita; sejauh mana kita mengadopsi ketentuan halal-haramnya serta hudud dan hukum-hukum di dalamnya. Karena itu, hendaknya kita menjadikan al-Quran sebagai tolok-ukur untuk mengukur baik-buruknya kehidupan kita.

Ringkasnya, bulan Ramadhan adalah bulan penerapan al-quran untuk menggapai rahmat dengan cara mewujudkan ketakwaan personal maupun kolektif/sosial atau dalam konteks negara. Allah menurunkan al-Quran tiada lain agar diambil, diikuti dan dijadikan petunjuk oleh manusia dalam menjalani hidup dan mengelola kehidupan ini. Sebagaimana firman Allah:

"Al-Quran adalah Kitab yang telah Kami turunkan yang diberkati. Karena itu, ikutilah dia agar kalian dirahmati." (QS al-An'am [6]: 155)

Allah SWT juga memerintahkan agar kita berpegang teguh dengan al-Quran:

"Berpegang teguhlah kamu dengan apa yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus." (QS az-Zukhruf [43]: 43).

Dengan demikian, pada bulan ini sejatinya terjadi peningkatan keberpihakan umat Islam pada penegakkan syariah Islam secara kaffah dalam naungan khilafah sekaligus upaya memperjuangkan penerapannya untuk mewujudkan kemerdekaan yang hakiki. Bulan Ramadhan hendaknya menjadi momentum untuk semakin membersihkan pikiran dan mensucikan hati hingga memiliki daya pembeda antara haq dan yang batil sekaligus mengikuti kebenaran Islam dan menjauhi ajakan setan, baik yang berwujud jin maupun manusia. Akhirnya di Bulan Ramadhan ini sudah saatnya bersama-sama kita perjuangkan penerapan hukum Al-quran (syariah Islam) secara kaffah dalam bingkai khilafah demi terwujudnya kemerdekaan yang hakiki.

Bulan Ramadhan itu, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (yang haq dari yang batil). (QS al-Baqarah [2]: 185).


Andi Perdana Gumilang, S.Pi

Staf LPS DD

Email: andi.sangpenakluk@gmail.com

www.pertaniansehat.or.id

Raih amal shalih, sebarkan informasi ini...


(arrahmah.com/

pada Selasa 17 Agustus 2010, 12:43 PM

)