Segala puj bagi Allah Ta’ala, Dzat yang Maha Kuasa dan Perkasa yang telah menjadikan kekuatan sebagai penopang tegaknya Dien ini, yang telah menjadikan besi sebagai inti kekuatan, yang menyimpan kekuatan luar biasa, sebagai pendamping Al Qur’an selaku hujjah bagi kaum muslimin.
Sholawat serta salam untuk Rosul tauladan, Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam, seorang pemimpin mujahidin, yang telah menegakkan Dien ini dengan dakwah dan jihad, dengan Al Qur’an dan Al Hadid. Al Qur’an di tangan kanan dan Al Hadid di tangan kiri. Seorang motifator yang bersabda : “Saya diutus menjelang hari kiamat dengan pedang, sehingga Allah Ta’ala dijadikan satu-satunya yang diibadahi, tidak ada sekutu bagi-Nya, dijadikan rizkiku dibawah bayanggan tombakku, dijadikan kecil dan hina orang yang menyelisi urusanku, barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia itu adalah termasuk golongan kaum itu” [ Shohih Bukhori ]
kilasan sejarah
Kalau kita melihat perjalanan perjuangan penegakan Dien pada zaman salaful ummah, yakni pada masa Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam beserta para shabatnya, maka kita akan mendapatkan kesimpulan bahwasanya tegaknya Dien ini dipenuhi dengan lumuran darah dan pengorbanan jiwa dan raga dalam medan jihad. Sehingga rosulullah bersabda : :”Sesungguhnya siyahah ummatku adalah Jihad fie sabilillah” [ Sunan Ibnu Majah. Bab Jihad : 383. (No. Hadits : 2486) ]
Dengan jihadlah kemuliaan ummat ini terangkat, dengan jihadlah kehidupan kaum muslimin akan terbangaun, dengan jihad exsistensi kaum muslimin terwujud dan dengan jihadlah Dien ini tertegak.
Sejarah futuh makkahpun diwarnai dengan suasana jihad, karena keberangkatan rosulullah dari madinah telah menyiapkan pasukan perang yang lengkap dengan membuat setrategi penyergapan dari empat arah. Sehingga dengan ini kaum kafir quraisy takut dan menyerahkan diri.
Begitu juga perjalanan kekholifahan para shabat beliau. Abu bakar orang yang menumpas gerakan penentang zakat dengan jalan jihad. Umar bin Khottob dalam rangka pengembangan kekuasaan daerah Islam pun dengan jihad. Sehingga tidak ada satu celah perjalanan penegakan syari’at pada zaman itu dengan selain jihad, baik dengan Demokrasi ataupun dengan melalui parlementer dan institusi. Dengan jalan ini (jihad) tegaklah kalimat Allah dan tersebarlah syi’ar-syi’ar Islam di penjuru bumi.
Namun sejak runtuhnya kekholifahan Turki Utsmani pada tahun 1924 M, kondisi kaum muslimin kocar-kacir dan berpecah-belah, seperti kapal pecah yang kehilangan nahkoda. Kesatuan kaum muslimin tercerai berai, kekuatan kaum muslimin porak poranda, sehingga yang kita lihat sekarang adalah perpecahan dan kelemahan. Kewibawaan dan kemuliaan yang dulu menjadi kharisma seorang mukmin, kini pudar dan berubah menjadi kehinaan dan kerendahan. Kekuatan kaum muslimin sudah tidak diperhitungkan lagi oleh musuh, dan exsistensi kaum muslimin sudah tidak diakui di atas percaturan politik di dunia ini.
Dalam kelemahan dan kebingungan ini, kaum muslimin mencoba mencari format langkah perjuangan untuk menegakkan kembali menara kebesaran yang dulu pernah menjulang tinggi ke angkasa. Ada dari mereka yang hanya dengan dakwahnya saja tanpa mempersiapkan kekuatan untuk jihad, ada yang bergerak dengan cara mengikuti arus demokrasi. Dan masih banyak lagi format lain yang dijadikan langkah perjuangan untuk menegakkan Dien ini. Adapaun hasil yang kita lihat adalah kegagalan dan kekalahan.
Melihat kegagalan dan kekalahan ini, disini saya mencoba untuk menampilkan makalah ilmiyah tentang “Urgensi Jihad Dalam Penegakan Syari’at”. Semoga dengan makalah ini dapat menjadi solusi dan membentuk wacana baru kita, serta sebagai perbandingan dari konsep-konsep yang ada, baik itu konsep Demokrasi, parlementer atau yang lainnya. Saya buat makalah ini sebagai kepedulian dan sumbang sih saya terhadap tegaknya Dien (syari’at) di muka bumi ini. Amin
II. DEFINISI JIHAD
Disebutkan di dalam kitab Al Jihad Sabiiluna (Syaikh ‘Abdul Baqi Romdhon)
· Secara Etimologi (bahasa) :
: “Mengerahkan segenap tenaga dan kemampuan dalam wujud perkataan atau perbuatan dalam perang”.
Disebutkan dalam sebuah hadits : “Tidak ada hijrah setelah futuh (penaklukan Makkah), akan tetapi jihad dan niat”.
Dalam hadits yang lain Rosulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang hijrah setelah fathu makkah : “Tidak ada hijrah (setelah futuh Makkah), akan tetapi (yang ada adalah) jihad dan niat, apabila diseru kepada kalian (untuk berjihad) maka berangkatlah berjihad” [ Sunan Abu Daud : 382. (Dar Ibnu Hazm 1419 H)]
Maksudnya adalah :
Tidak ada lagi hijrah setelah penaklukan negeri Makkah, sebab ia telah menjadi Darul Islam, akan tetapi yang ada adalah jihad dan mengikhlaskan niat di dalamnya demi meninggikan kalimat Allah.
· Secara Terminologi dan Syar’ie
Apabila kata jihad disebut secara mutlak, maka ia bermakna : “Memerangi orang-orang kafir untuk maninggikan kalimat Allah. Mengadakan persiapan untuknya dan beramal pada jalannya” [ Lisanul ‘Arob Ibnu Mandzur : 3/135]
Sebagaimana Rosulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam menafsiri makna jihad dalam haditsnya yang dirwayatkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya. Dari ‘Amr bin ‘Abasah rodliyallahu ‘anhu berkata : “Bertanya seorang lelaki (kepada Rosulullah) : Wahai Rosulullah ! Apakah Islam itu ? beliau menjawab : (Islam adalah) kamu pasrahkan hatimu hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla, dan selamat kaum muslimin dari lisan dan tanganmu. Lelaki itu bertanya : Islam yang bagaimanakah yang paling utama itu ? beliau menjawab : Iman. Dia bertanya lagi : Apakah iman itu ? beliau menjawab : Kamu beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, para utusan-Nya dan kebangkitan setelah mati. Dia bertanya lagi : Iman yang bagaimanakan yang paling utama itu ? beliau menjawab : Hijrah. Dia bertanya lagi : Apa hijrah itu ? beliau bersabda : Kamu jauhi kejelakan, dia bertanya lagi : Apakah hijrah yang paling utama ? beliau menjawab : Jihad. Dia bertanya lagi : Apakah jihad itu ? beliau bersabda : Yaitu kamu perangi orang-orang kafir jika kamu temui mereka. Dia bertanya : Jihad apakah yang paling utama ? beliau bersabda : Kuda yang terbunuh (di medan jihad) dan tertumpahnya darah (di medan jihad)”. [ Musnad Imam Ahmad : 4/114]
Perkataan para ulama’
1. Madzhab Hanafi :
Disebutkan dalam kitab Hasyiyah Ibnu ‘Abidin : “Jihad adalah menyeru kepada Dien yang haq dan memerangi orang yang tidak mau menerimanya”.
Disebutkan pula di dalam kitab Majma’ul Anhar fie Syarkhi Multaqol Abhar. “Jihad adalah memerangi orang-orang kafir dan tindakan-tindakan lain yang serupa, seperti memukul dan menghancurkan berhala-berhala mereka”.
2. Madzhab Maliki
Disebutkan dalam kitab Balaghotus Salik liaqrobil masalik ila madzhabi imam Malik. Berkata Ibnu ‘Arofah : “Jihad adalah orang-orang muslim memerangi kepada orang-orang kafir yang tidak mempunyai ikatan perjanjian untuk meninggikan kalimat Allah atau karena datangnya orang kafir ke pihak muslim, atau karena masuknya orang kafir ke negeri muslim. [ lihat dalam kitab Al Jihad Sabiluna. Abdul Baqi Romdhon : 38-41]
3. Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqolani Syafi’I berkata :
Makna (Jihad) adalah “mencurahkan kesungguhan dalam memerangi orang-orang kafir”. [ Fathul bari : 6/3]
4. Imam Ibnu Najjar Al Hambali berkata : “Jihad adalah memerangi orang-orang kafir”.
4. Imam Al Qostalany berkata :
Makna (jihad) adalah “memerangi orang-orang kafir dalam rangka menolong Islam dan meninggikan kalimat Allah”. [Irsyadus Sari : 5/31]
Adapun makna-makna lain seperti jihad melawan hawa nafsu, amar ma’ruf-nahi mungkar, menolak bahaya dan mengambil manfaat serta selainnya, maka ia adalah termasuk macam-macam jihad yang mengikuti makna aslinya. [Al jihad Sabiluna. Abdul Baqi Romdhon : 13]
Terkadang makna jihad itu dimutlakkan dalam nash syar’i dengan makna selain memerangi orang-orang kafir. Sebagaimana disebutkan dalam hadits nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam :
Artinya : “Mujahid adalah orang yang memerangi hawa nafsunya dalam ketaatan kepada Allah. Muhajir adalah orang yang menjauhi larangan Allah”. [ Musnad Imam Ahmad : 7/21]
Dalam hadits lain disebutkan :
(Rosul bersabda) kepada orang yang memintak izin untuk berangkat perang, lalu beliau bersabda : “Apakah orang tuamu masih hidup ? dia menjawab: masih, kemudian beliau bersabda : Maka kepada kedua orang tualah kamu berjihad”. [ Shohih Bukhori : 4/18]
Akan tetapi apabila kata jihad disebut dengan secara mutlak, maka maknanya adalah memerangi orang-orang kafir dalam rangka meninggikan kalimat Allah. Kecuali apabila (kata jihad) itu diiringi dengan kata yang menunjukkan makna selain qital seperti dalam dua hadits di atas.
Ibnu Rusydi dalam kitabnya Muqoddimah Ibnu Rusydi : 1/379 menyebutkan : “Adapun (yang dimaksud) jihad dengan pedang adalah memerangi orang-orang musyrik atas Dien. Maka siapa yang jiwanya berpayah-payah dalam dzatnya Allah maka ia telah berjihad di jalan Allah, kecuali apabila (kata) jihad fie sabilillah itu diungkapkan dengan bentuk mutlak maka (tidak ada makna lain) kecuali memerangi orang-orang kafir dengan pedang sampai mereka masuk Islam atau menyerahkan jizyah (pajak) dari tangan mereka (sedang mereka dalam keadaan) kecil (hina). [ Ahammiyyatul Jihad Fie Nasyrid Da’wah Al Islamiyyah Warroddi ‘Alat Thowaifiddhollah Fiehi. Dr. ‘Ali Nafi’ Al ‘Ulyani : 117. (Daru Toybah. 1416 H).]
III.DALIL DISYARI’ATKANNYA JIHAD
Firman Alloh
1. “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagi kamu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.(QS. Al Baqoroh : 206)
2. “Dan perangilah mereka, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya milik Allah belaka….”.(QS. Al Baqorh : 193)
3. “”Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah dan supaya agama ini semata-mata bagi Allah…”.(QS. Al Anfal : 39)
4. “…Dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa”.(QS. Attaubah : 36).
5. “Apabila sudah habis bulan-blan Haram, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah mereka di tempai pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS. Attaubah : 5).
Hadits Nabi
1. Dari Abu Huroiroh rodliyallahu ‘anhu berkata : Datang kepada Rosulullah shollallhu ‘alaihi wasallam seorang lelaki lalu berkata : Tunjukkanlah kepadaku amalan yang dapat menyamai jihad. Beliau bersabda : Tidak aku dapatkan. Lalu beliau bersabda lagi : Apakah kamu sanggup apabila mujahid keluar (berperang) lalu kamu masuk ke dalam masjid, kemudian kamu sholat dan tidak berhenti, kamu shoum dan tidak berbuka ?. Laki-laki tersebut berkata : Siapakah yang dapat melakukan seperti itu ? Abi Huroiroh berkata : “Sesungguhnya kuda mujahid (yang dipegang tali kudanya) dalam masa (peperangan) maka akan ditulis baginya kebaikan-kebaikan”. [Shohih Bukhori : 4/200 ]
2.Artnya : Dari Abi Sa’id al Khudri rodliyallahu ‘anhu berkata : Rosulullah ditanya Wahai Rosulullah siapakah manusia yang utama itu ? Rosulllah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Yaitu mumin yang berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya. Mereka bertanya lagi : lalu siapa lagi ? beliau menjawab ; (yaitu) seorang mukmin yang mengasingkan diri disebuah bukit (dia) bertaqwa kepada Allah dan menghindar dari kejelekan manusia”. [Shohih Bukhori : 4/201 ]
3. Artinya : “Saya diperintah memerangi manusia sampai mereka bersyahadat bahwa tidak ada Ilah kecuali hanya Allah dan bahwasanya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka mengucapkannya, maka amanlah dariku darah-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali dengan haknya. Adapun hisabnya terserah Allah”. [ HR. Bukhori dan Muslim. Mutawatir Shohih.]
IV. MARHALAH (FASE-FASE) PERINTAH JIHAD FIE SABILILLAH
[ Aljihadu Sabiluna : Abdul Baqi Romdhon : 17-44, Hukmul jihad wabayanuhu, fadzluhu wafadzlus syahadah warribat : Ibrahim bin abdurrohim Al Hudri : 10-12, Ahammiyatul jihad fie nasyrid da’wah Al Islamiyyah warroddi ‘ala thowaif adhdhoollah fiehi : 136 –157, Tarbiyyah Jihadiyyah. 2 : Syaikh Abdullah Azzam , Fadhlul Jihad Wal Mujahidin : Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz ]
Marhalah perintah jihad fie sabilillah ini merupakan tahapan-tahapan yang dulu dilalui oleh rosulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam dalam menegakkan Dien ini, dan fase-fase ini menunjukkan kondisi kaum muslimin pada saat itu. Dengan fase ini akan dapat meluruskan pemikiran kita akan makna jihad fie sabilillah dalam penegakan syari’at.
Adapun marhalah ini kami simpulkan menjadi empat marhalah :
Pertama : Jihad dakwah tanpa pedang
Pada fase ini kaum muslimin masih berada di Makkah dan baru awal kali Islam dikumandangkan, kondisi kaum muslimin saat itu masih sangat lemah, baik ditinjau dari kwantitas maupun persiapan yang diadakan.
Fase ini disebut juga dengan fase dakwah dan sabar, yakni menyampaikan Islam kepada kaum quraisy di Makkah, mendakwahkan Islam dan mensyiarkannya.. karena dakwah merupakan embrio bagi periode baru yang bakal lahir. Dan kaum muslimin sendiri baru dalam tahap perkembangan dan pembentukan.
Dakwah pada fase ini adalah paling dominan, karena pada fase ini Rosulullah baru membina dan mendidik serta mengkader generasi pertama yang militan.
Inilah beberapa ayat dan hadits serta peristiwa-peristiwa yang menerangkan bentuk jihad yang berlangsung dengan jalan damai :
1. “Serulah (manusia) kepada jalan Robmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Sesungguhnya Robmu mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An Nahl : 125)
2. “Dan Allah mengetahui ucapan Muhammad : “Ya Robku, sesungguhnya mereka adalah kaum yang tidak beriman”. Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari mereka dan katakanlah : “Salam (selamt tinggal)”. Kelak mereka akan mengetahui (nasib mereka yagn buruk)”. (QS. Az Zukhruf : 88-89).
3. “Maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka”. (QS. Al Maidah : 13)
4. “Maka berpalinglah dari mereka dengan cara yang baik”. (QS. Al Hijr : 85).
5. “Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan jihad yang besar”. (QS. Al Furqon : 52). Yakni berjihad dengan Al Qur’an.
Ayat-ayat di atas turun di Makkah sebelum turun perintah untuk berjihad melawan orang-orang kafir dengan pedang dan memerangi mereka dengan senjata.
Mengangkat pedang pada fase ini, sementara keadaan kaum muslimin masih lemah, maka bahayanya lebih besar dari pada manfaatnya, sebab tindakan itu boleh jadi bisa mengakibatkan binasanya kaum muslimin dan kemusnahan mereka semua. Atau bisa jadi menyebabkan terbunuhnyarosul dn menggagalkan risalah secara total.
Ibnu Ishak berkata : “Kemudian orang-orang kafir makkah bertindak melampoi batas terhadap orang-orang yang masuk Islam dan mengikuti Rosulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam. Maka setiap kabilah mengambil tindakan keras terhadap anggota mereka yang masuk Islam. Mereka mengurung dan menyiksa orang-orang lemah diantara mereka dengan berbagai macam cara, seperti memukuli, membuat lapar dan haus, menjemur mereka di bawah terik matahari kota Makkah dan memfitnah mereka dan Diennya”.
Umayyah bin Kholaf menyeret Bilal bin Robah ke padang pasir di siang hari ketika panas matahari menyengat kulit. Kemudian ia memerintahkan seseorang agar mengambil batu besar dan meletakkan batu itu di punggung Bilal. Kemudian ia berkata kepada Bilal, : “Demi Allah, engkau tetap seperti ini sampai mati atau engkau kafir terhadap Muhammad dan menyembah Latta dan Uzza”. Dalam keadaan demikian itu, Bilal mengucap : Ahad, ahad …..[Asshiroh Annabawiyyah Ibnu Katsir : 1/492]
Fase ini adalah fase ujian, sehingga dibutuhkannya kesabaran dan ketabahan. Rosulullah melarang para shahabatnya memerangi orang Makkah pada masa ini ketika para shahabat mintak izin untuk membalas siksaan ini, lalu beliau mencegahnya dan bersabda : “Sesungguhnya aku diperintahkan memaafkan, maka janganlah kalian membunuh”. [Annasa’I : 6/3]
Rosulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika penduduk Yatsrib minta izin pada malam ‘Aqobah untuk memerangi penduduk Mina. “Sesungguhnya aku belum diperintahkan untuk itu”. [ Musnad Imam Ahmad Ibnu Hambal : 3/462. ]
Kesimpulan fase ini :
1. Fase Makkah adalah fase tarbiyah dan I’dad
2. Dakwah pada fase ini adalah lebih membekas
3. Kondisi masih sedikit dan lemah
Kedua : Kewajiban Jihad Difa’I (Defensif)
Setelah melalui fase pertama, yakni fase dakwah dan sabar, maka fase kedua ini Allah menurunkan ayat perintah jihad difa’ie (defensif/mempertahankan diri). Yaitu tidak memerangi terlebih dahulu sempai orang-orang kafir memerangi kaum muslimin terlebih dahulu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampoi batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka orang-orang yagn melampoi batas”.(QS. Al Baqoroh : 190).
Atthobari berkata : “Ini adalah ayat pertama kali turun dalam soal perang di madinah munawwaroh. Ketika ayat ini turun, Rosulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam memerangi mereka yang memerangi beliau dan mencegah diri dari memerangi mereka yang tidak memeranginya, sampai dengan turunnya surat Attaubah”. [ Tafsir Atthobari : 3/562)]
Alah berfirman : “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka”. (QS. Al Haj : 39). Yakni diizinkan kepada mereka mempertahankan diri. Disebutkan di dalam Tafsir Qur’anul ‘Adzim. Al Qouf berkata dari Ibnu Abbas. Ayat ini diturunkan kepada Nabi Muhammad dan para shahabat beliu ketika mereka keluar dari Makkah.
Mujahid dan Dhohak berkata. Dan para ulama salaf seperti Ibnu abbas, Mujahid, Urwah bin Zubair, Zaid bin Aslam, Muqotil bin Hayyan dan Qotadah serta selain mereka : “Ini adalah ayat yang pertama kali diturunkan dalam masalah jihad. Dan ayat ini adalah Madaniyah…..[ Tafsir Qur’anul ‘Adzim Ibnu Katsir : 3/213]
Ketiga : Dibolehkannya Jihad Hujumi (Ofensif)
Kemudian turun izin memerangi orang-orang kafir dan melakukan penyerangan terhadap mereka. Sama saja apakah mereka memulai perang atau tidak. Yang demikian itu ketika orang-orang kafir terus menerus dalam tindak kedzaliman dan kesewenang-wenangan, dan tidak bergeming dari kekafiran dan kesombongannya, serta telah jauh melampoi batas perbuatan mereka. Ayat tersebut berisi izin dari Allah Ta’ala untuk berperang bukan kewajiban darinya.
Allah berfirman : “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka. (Yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata : “Rob kami hanyalah Allah. Dan sekiranya Allah tidak menolak keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain tentulah telah dirobohkan Biara-Biara Nasrani, Gereja-Gereja, Rumah-Rumah ibadah orang-orang Yahudi dan Masjid-Masjid, yang di dalamnya disebut nama Allah. Seungguhnya Allah pasti menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al Hajj : 39-40).
Berkata Imam Syafi’I rohimahullah : “Tatkala telah berlalu beberapa masa bagi Rosulullah dari hijrahnya, maka Allah memberikan karunia, dalam masa-masa tersebut, atas kelompok manusia untuk mengikutinya. Dengan pertolongan Allah terbentuklah jumlah dan kekuatan kaum muslimin yang belum pernah ada sebelumnya. Lalu Allah memfardhukan jihad kepada mereka, setelah diperbolehkan.
“Telah diwajibkan atas kalian berperang…QS. Al Baqoroh : 216. QS. Attaubah : 111.
QS. Al Baqoroh : 244. QS. Muhammad : 4. QS. Attaubah : 38. 41. .. Selesai perkataan imam Syafi’i. [ Kitab Ahkamul Qur’an, Assyafi’I : 2/13]
Allah Ta’ala berfirman : “… Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu. Maka Allah tidak memberi jalan kepadamu (untuk menawan dan membunuh) mereka. Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yagn lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman (pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun ke dalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dimana saja kamu jumpai mereka dan merekalah orang-orang yang Kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka”. QS. An Nisa’ : 90-91).
Ibnu Taimiyyah berkata tentang marhalah ini : “…. mereka (orang mukmin) belum diperintah memerangi orang yang minta damai, bahkan beliau (nabi) bersabda : Jikalau mereka berpaling, maka kembalikan pada ayat. Begitu juga dengan orang yang minta diadakan perjanjian maka oprang itupun tidak diperintahkan untuk diperangi, walaupun perjanjian damai ini merupakan akad yang boleh-boleh saja”. [Dalam kitab beliau Al Jawab As Shohihah Liman Badala Dienil Masih. 1/73, di muat dalam kitab Ahammiyatul Jihad. 143]
Keempat : Kewajiban Jihad Secara Mutlak
Kemudian turun perintah kewajiban jihad secara mutlak terhadap kaum muslimin untuk memerangi semua orang kafir, baik mempertahankan diri ataupun menyerang mereka dengan tujuan meninggikan kalimat Allah, menyebarkan dakwah-Nya dan memberlakukan syri’at-Nya di seluruh muka bumi, timur dan barat, dan kepada seluruh manusia dengan segala perbedaan bangsa, warna kulit, bahasa, negeri serta daerah mereka. Sebagaimana perintah tersebut jelas terlihat dalam ayat-ayat Al Qur’an :
“Diwajibkan atas kalian berperang, itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci seusuatu, padahal amat baik bagi kalian. Dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui”. (QS. Al baqoroh : 216).
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang berada di sekitar kalian, dan hendaklah mereka menemui kekerasan dari kalian, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yagn bertaqwa”. (QS. Attaubah : 123).
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali”. (QS. Attaubah : 73).
Adapun hadits-hadits yang menerangkan hal seperti itu adalah. Seperti sabda Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang berhak disembah) kecuali hanya Allah dan esungguhnya aku adalah utusan Allah. Jika mereka telah mengucapkannya, maka terpeliharalah darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haknya, dan perhitungan mereka terserah Allah”. [HR. Bukhori dan Muslim. ]
Dalam riwayat lain disebutkan : “Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada Ilah kecuali hanya Allah, menegakkan sholat dan menunaikan zakat, apabila mereka melakukan hal tersebut, maka terpeliharalah darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka terserah keapda Allah Ta’ala”. [HR. Bukhori dan Muslim. Shohihu Muslim : 1/212 ]
Dalam masalah marhalah ini banyak dari para pengarang yang berbicara tentang masalah ini. Seperti Syaikh Assarkhosyi dalam kitabnya Al Mabsud : 10/2 beliau berkata : “Adalah Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pada permulaan (dakwahnya) diperintah untuk memaafkan dan berpaling dari orang-orang musyrik. Firman Allah “Maka maafkanlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. AL Hijr : 85). Dan firmannya lagi “Maka berpalinglah kamu dari orang-orang musyrik”.QS. Al Hijr : 94. Kemudian beliau diperintahkan untuk mendakwahkan Dien ini dengan pelajaran yang baik “Serulah (manusia) kepada jalan Robmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. QS. An Nahl : 125. Kemudian beliau diperintahkan untuk memerangi orang-orang yang memulai memerangi beliau “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena mereka didzolimi”. QS. Al Haj : 39. Maksudnya diizinkan membalas serangan mereka. “Jikalau mereka memerangi kamu maka perangilah mereka”.QS. Al Baqoroh : 191. “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya”. QS. Al Anfal : 61. Kemudian Allah memerintahkan untuk memulai memerangi mereka “Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah”. QS. Al Anfal : 39. “Dan bunuhlah orang-orang musyrik dimana saja kamu jumpai mereka”. QS. Attaubah : 5. Dan Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Aku diperintah memerangi manusia sampai mereka mengucapkan tidak ada Ilah kecuali hanya Allah, maka apabila mereka mengucapkannya maka terjagalah darah mereka dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka (diserahkan) pada Allah”. Maka dengan ini ditetapkanlah fardhu jihad (memerangi) orang-orang muyrikdan ini adalah kwajiban yang selalu tegak sampai hari kiamat”. [ Ahammiyatul Jihad : 144-145]
V. TUJUAN JIHAD FIE SABILILLAH
[ Ahammiyatul Jihad : 158 –191, Al jihad Sabiluna : 98-107, Attarikh Al Islamy. Mahmud Syakir : 156-162]
Jihad adalah salah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban di dalam Islam, ia ditegakkan sampai hari kiamat, kaum muslimin diwajibkan menegakkannya agar supaya tertegak amanah yang dibebankan Allah kepada manusia di muka bumi ini, dan jihad ini tidak akan berhenti kecuali setelah Islam tersebar diseluruh penjuru dunia, tertegaklah keamanan, ketenangan serta keselamatan atau sampai habisnya kehidupan ini. Karena jihad itu paling tingginya tingkatan amal.
Rosulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Kepala segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah sholat dan puncaknya adalah Jihad”. [ HR. Tirmidzi]
Adapun tujuan dasar dari jihad fie sabilillah adalah : “Menghambakan manusia hanya kepada Allah semata dan mengeluarkan manusia dari penghambaan kepada hamba dibawa kepada penghambaan kepada Robbul ‘Ibad. Menghilangkan seluruh bentuk thoghut dari muka bumi ini dan membersihkan alam ini dari kerusakan”. Sebagaimana disebutkan oleh Ust. Assyahid Sayid Qutb dalam kitabnya “Hadzaddien : 15. [ AL Jihad Wal Ijtihad. Umar bin Mahmud Abu Umar : 6]
Allah berfirman dalam hadits qudsy : Artinya : “Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-Ku itu lurus semuanya, kemudian syaitan datang kepada mereka, lalu syaitan menyelewengkan mereka dari Dien mereka, lalu syaitan mengharamkan atas mereka sesuatu yang telah Aku halalkan bagi mereka, syaitanpun memerintahkan mereka untuk mensekutukan Aku, padahal Aku belum menurunkan pada syaitan itu kekuasaan …..”[ Shohih Muslim : 17/197. Ahammiyatul Jihad : 158]
Adapun dalil dari tujuan jihad adalah.
“Dan perangilah mereka, sehingga tidak ada fitnah lagi dan Dien ini hanya untuk Allah”.(QS. Al Baqoroh : 193).
Adapun tujuan jihad fie sabilillah adalah :
1. Mencari keridhoan Allah Ta’ala
2. Untuk menegakkan dakwah Islam
Agar risalah Islam bisa tersebar ke seluruh penjuru bumi tanpa ada hambatan atau rintangan apapun yang bisa menghalangi antara da’I dan mad’u, sama saja apakah rintangan-ringatangan itu berupa ideologi, politik atau militer….. dan untuk melindungi kaum muslimin agar tidak disiksa dan palingkan dari Dien mereka, atau diancam keselamatan, kehormatan, harta dan akan fikirannya.
Allah berfirman : “Katakanlah (hai Muhammad) : “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua. Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi, tidak ada Ilah kecuali hanya Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab) dan ikutilah dia supaya kamu mendapat petunjuk”. (QS. Al A’rof : 158).
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengerti”. (QS. Saba’ : 28)
“Hai Rosul. Sampaikanlah apa yang diturunkan dari Robmu. Dan jika kamu tidak kerjakan (apa yang diperintahkan itu, (berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjk kepada orang-orang kafir”.(QS. Al Maidah : 67)
Jalan yang ditempuh untuk merealisir hal tersebut adalah dengan kekuatan dakwah yang penyiarannya disertai dengan kekuatan tangan dan anggota badan, ketajaman pedang dan tombak.
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Saya diperintah memerangi manusai sampai mereka bersyahadat bahwa tidak ada Ilah kecual hanya Allah dan bahwasanya aku adalah utusan Allah. Apabila mereka mengucapkannya, maka amanlah dariku darah-darah mereka dan harta-harta mereka kecuali dengan haknya. Adapun hisabnya terserah Allah”. [ HR. Bukhori dan Muslim. Mutawatir Shohih.]
3. Untuk mengokohkan (memberikan kekuasaan) kaum muslimin di permukaan bumi, dan menerapkan hukum Allah di dalamnya.
Islam datang untuk menghentikan kerusakan dan kesewenang-wenangan manusia dan mengikis kesyirikan serta kekafiran sampai ke akar-akarnya, serta membasmi tuhan-tuhan palsu, baik yang berbentuk matahari atau bulan, pohon, batu, binatang ataupun manusia.
Allah berfirman menerangkan keadaan penguasa-penguasa thoghut beserta pengikutnya pada hari kiamat : “(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang ayng mengikutinya, dan mereka melihat siksa, dan (ketika) segala hubungan antara merka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti : “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami”. Demikianlah Allah memperlihatkan kepda merka amal perbuatannya menjadi penyesalan bagi mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan ke luar dari api neraka”. (QS. Al Baqoroh : 166-167)
“Katakanlah : “Hai ahli kitab, kemarilah kepada kalimat yang sama, yang tiada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah keculi Allah dan kita tidak persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain daripada Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka : “Saksikanlah ! bahwa kami adalah orang-oang yang menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS. Ali Imron : 64).
Oleh karena itu kepala-kepala mereka yang keras membatu harus dipecahkan, singgasana dan tahta mereka mereka yagn tidak sah harus ditumbangkan, dan hukum-hukum merka yagn dholim serta menyimpang harus diganti. Kapan dan dimanapun ditemukan dan kemudian tegakkanlah sebagai gantinya syri’at Allah ‘Azza wajalla melaui tangan-tangan hamba-Nya yang beriman.
4. Ujian dari Allah untuk menyaring orang-orang beriman
Dengan jihad akan nampaklah orang mukmin yagn benar dari orang mukmin munafik yagn dusta, dan kelihatan jelasalah pemberani yagn gagah dari penakut, dan agar muncul bakat-bakat perang, kelihaian militer, kecakapan-kecakapan, kemampuan-kemampuan, potensi-potensi lain yang belum mendapatkan kesempatan serta peluang ntuk menunjukkan eksistensinya dan membuktikan jati diri mereka yang ebenarnya. Apabila pecah jihadh, mak menyamburlah sumber-sumber dan kehidupan. Allah berfirman :
“Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu), jika kamu mendrita kesakitan, maka sesungguhnya merkapun merasakan kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderita, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yagn tidak mereka harapkan.dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. Annisa’ : 104).
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tangamu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yangberiman. Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yagn dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang0orang yagn berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, rosul-Nya dan orang-orang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yagn kamu kerjakan”. (QS. Attaubah : 14-16). [ Al Jihad Sabiluna : 98-107]
5. diibadahinya Allah dan tidak disekutukan
6. dicegahnya kedloliman dan berbagai macam bentuknya
7. menjadikan dakwah tidak stagnasi
terjaganya kaum muslimin dari bersendau gurau dalam urusan diantara mereka. (seperti menunaikan zakat dan syari’at lainnya. [Attarikh al Islami Mahmud Syakir : 9/156-162]
8. Menolak pelampouan batas orang-orang yang berlaku melampoi batas kepada orang Islam
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampoi batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka orang-orang yang melampoi batas”. (QS. Al Baqoroh : 190)
10. Menghilangkan fitnah dari manusia sampai mendengarkan dalil-dalil tauhid dari selain orang yang onar dan sampai merka melihat undang-undang Islam itu relevan, agar supaya mereka mengerti (bahwa isi UUD) itu keadilan dan demi kemaslahatan manusia
11. Menjaga negara Islam dari kejahatan orang-orang kafir
Assyahid Sayyid Qutb berkata : “Sebenarnya menjaga negara Islam itu (termasuk) menjaga aqidah dan manhaj manhaj serta masyarakat yang berpijak diatas manhaj tersebut, akan tetapi menjaga negara Islam itu bukan sasaran klimak dan bukan pula tujuan akhir bagi harokah jihadiyah Al Islamy. Hanyasanya penjagaan terhadap negara Islam merupakan wasilah untuk tegaknya kekuasaan Allah di dalamnya. Kemudian janganlah kamu menjadikannya sebagai dasar berpijak ke bumi dan kepada beranekanya manusia secara keseluruhan, karena beranekanya manusia itu merupakan dasar Dien di bumi ini, adapun bumi adalah tempatnya yang besar”. [ Tarsir Fie Dzilalil Qur’an : 3/1441]
12. Membunuh orang-orang kafir.
“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Dehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh bebaskan mereka atau menerima tebusan sampai berhenti perang…”.(QS. Muhammad : 4).
13. Menakut-nakuti orang kafir dan melemahkan merka serta menghinakan mereka.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang akamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuh kamu dan orang-orang selain yang kamu tidak mengetahuinya…….”. (QS. Al Anfal : 60)
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyikasa dengan (perangtara) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan panas hati orang-oarng mukmin. Dan Allah menerima taubat orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(QS. Attaubah : 14-15). [Ahammiyatul Jihad : 172-180]
VI. URGENSI JIHAD DALAM PENEGAKAN SYARI’AT
Allah Subhanahu waTa’ala berfirman : “Seandainya Allah tidak menolak keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allahlah yang mempunyai karunia atas semesta alam”. (QS. Al Baqoroh : 251)
Ibnu Abbas rodhiyallaahu ‘anhu berkata : Jikalau Allah tidak menolak musuh-musuh itu dengan tentara kaum muslimin sungguh menanglah orang-orang muyrik, maka mereka pasti membunuh orang-orang mukmin dan meruntuhkan negara-negara dan masjid-masjid”. [ Tafsir Al Jamami’ Liahkamil Qur’an LilQurtubi : 3/260]
“Dan sekiranya Allah tidak menolak keganasan kaum dengan kaum yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang yahudi dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Kuasa”. (QS. Al Haj : 40).
Al Qurtubi rohimahullah berkata : “Jikalau Allah tidak mensyari’atkan kepada para Nabi dan kaum mukminin memerangi musuh-musuhnya, sungguh mereka (kaum muslimin) akan dikuasai oleh orang-orang musyrik, dan mereka (orang-orang musyrik) akan menghilangkan keterangan yang disampaikan oleh pendeta-pendeta berbagai agama dari tempat-tempat peribadahan. Akan tetapi Allah) menolak dengan (cara) mewajibkan berperang agar ahluddien leluasa untuk beribadah. Adapun jihad itu urusan yang telah (ada) sejak pada ummat terdahulu, dan dengan jihad maka baiklah syari’at ini dan berkumpullah para ahli ibadah. Seakan-akan (Alah) berfirman : “Telah diizinkah berperang, maka hendaknya berperanglah orang-orang mukmin”, kemudian dikuatkan dengan firman Allah : “Jikalau Allah tidak menolak keganasan suatu kaum”. Maksudnya : Jikalau jihad dan qital (itu tidak ditegakkan), sunguh alhaq itu akan kalah di setiap ummat, maka barangsiapa yang mendapati orang Nasroni dan Shobi’in, (maka) jihad adalah peruntuh madzhabnya. Kalau begitu jikalau tidak ada qital (maka) dien ini tidak ada yang membela”. [ Tafsir Al Jamami’ Liahkamil Qur’an LilQurtubi : 12/70]
Syaikh assyahid DR. Abdullah Azzam berkata :“Sesungguhnya orang-orang yang mengira, bahwa Dien ini akan menang dan tegak dengan tanpa jihad, qital (perang), darah dan jiwa raga. Mereka adalah orang-orang yang bingung. Ketahuilah ! kehidupan kalian adalah jihad, kemuliaan kalian adalah dengan jihad dan exsistensi kalian itu terikat erat dengan jihad”.
Dalam kesempatan lain beliau berkata :“Sesungguhnya orang-orang yang ingin merubah (kondisi) masyarakat dengan tanpa jihad dan qital, mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti tabiat Dien ini. Ketahuilah ! kehidupan kalian adalah dengan jihad dan kemuliaan kalian itu dengan jihad”. [ Lihat dalam kitab ‘Usyaqul Hur : Syaikh abdullah Azzam]
Kalau kita mau menengok ke belakang, kepada perjalanan para ummat terdahulu yang sholih, maka kita akan dapati perjalanan kehidupan mereka dihiasi dan sarat dengan jihad, dan syari’at ini telah ditegakkan dengan tumpahan darah para syuhada’ dan melayangnya kepala para mujahidin yang perwira di medan jihad. Dari mulai perang Badar sampai pada perang-perang yang lain, dari zaman Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam sampai para shahabat, peperangan merupakan jalan yang di tempuh mereka untuk menegakkan panji-panji ini. Karena jikalau jihad ini tidak ditegakkan, maka Islam dan kaum muslimin akan dihinakan dan Allah tidak akan dijadikan satu-satunya Ilah yang ditaati dan diibadahi.
Kalau kita membaca lembaran-lembaran kitab sirah tentang perjalanan para salaful ummah dalam menegakkan Dien, maka akan kita dapati bahwa kehidupan mereka sangat erat sekali dengan jihad, sehingga rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :”Sesungguhnya siyahah ummatku adalah Jihad fie sabilillah”. [ Sunan Ibnu Majah. Bab Jihad : 383. (No. Hadits : 2486]
Perang yang terjadi awal kali pada kehidupan Rosulullah adalah perang badar, yang mana perang ini merupakan embrio tegaknya Dien ini dan terwujudnya exsistensi kaum muslimin di muka bumi ini. Karena jikalau peperangan ini kaum muslimin kalah, maka Allah tidak akan sekali-kali diibadahi. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam berdo’a saat genting dalam perang Badar :
Artinya : “Ya Allah ! Penuhilah bagiku apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, sesungguhnya aku mengingatkan-Mu akan sumpah dan janji-Mu”.
Artinya : “Ya Allah ! jika pasukan ini hancur pada hari ini, tentu Engkau tidak akan disembah lagi. Ya Allah ! kecuali jika memang Engkau menghendaki untuk tidak disembah untuk selama-lamanya setelah hari ini”. [Arrohiqul Makhtum. Syaikh Shofiyyur Rohman Mubarokfuri : 197]
Ini menunjukkan bagaimana urgennya jihad dalam penegakan Dien dan penjagaannya. Dengan itu Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Kepala urusan ini adalah Islam, dan tiangnya adalah sholat dan puncak (dari segala amal) adalah jihad”. [HR. Tirmidzi]
Penegakan syariat sangat erat sekali hubungannya dengan penegakan ” lailahaillalaha’ di muka bumi ini. Karena inti sari penegakan syri’at adalah bagaimana Allah menjadi satu-satunya Ilah yang ditaati dan ditunduki segala perntah-Nya dan ditinggalkan seluruh larangan-Nya.
Dalam rangka mewujudkan ini pula tentara Islam bertolak dari Madinah ke seluruh penjuru Jazirah Arab, kemudian ke negeri-negeri Persia dan Romawi. Exspedisi pasukan itu dikirim dari seluruh ibu kota kekholifahan – yang berpindah selama tiga belas abad dari Madinah ke Damsyik, ke Baghdad, kemudian ke Kairo, dan terakhir ke Konstantinopel – dan pasukan-pasukan kebenaran berlalu terus membawa bendera Islam melewati berbagai sudut bumi.
Sungguh, sasaran dakwah kaum muslimin selama pengembaraan dakwah ini hanyalah satu : Sasaran dakwah beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam di Makkah sama dengan sasaran dakwah beliau ketika menghancurkan berhala-berhala di Makkah, dan sama juga dengan sasaran yang dituju ketika mengirim tentara merambah bumi.
Dengan ungkapan yang indah Rubi’ bin amir, seorang prajurit kavaleri muslim, berbicara tentang sasaran ini ketika ditanya oleh Rustum, panglima persia, “Apa yang mendorong kalian datang di sini” ? Rubi’ menjawab : “Sesungguhnya Allah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja diantara manusia yang menghendaki, dari pengabdian kepada sesama hamba menuju pengabdian kepada Robbul ibad, darikelaliman agama-agama kepada keadilan Islam, dan dari kesempitan dunia kepada kelapangan akhirat”. [ Ikrar perjuangan Islam. DR Najih Ibrahim.’Ashim Abdul Majid.Ishomuddin Darbalah : 144]
Syaikh Abdullah Azzam mengungkapkan tentang penegakan jihad dalam penyebaran tauhid : “Tauhid tidak akan mngkin mapan dipermukaan bumi tanpa perantaraan pedang. Orang-orang yang hendak menyebarkan tauhid di permukaan bumi, maka mereka harus mengangkat pedang. Orang-orang yang hendak mensucikan aqidah manusia, maka mereka harus membawa senapan dan turun bersama orang-orang Afganistan. Dan jalan inilah, segala bid’ah dapat diberantas. Dengan jalan inilah hijab dan syi’ar agama yang lain akan tetap wujud. Dengan jalan inilah, manusia mengenal Rob mereka. Dengan jalan inilah kalian akan mengenal sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla bersemayam di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari ciptaan-Nya, di atas langit yang ke tujuh. Dan sesungguhna Allah mempunyai tangan, dan tangan Allah itu bukan qudroh/kekuasaan-Nya. Istiwa’ (bersemayamnya Allah) itu maklum (diketahui), bagaimana istiwa’nya Allah itu majhul (tidak diketahui), mengimaninya adalah wajib dan menanyakannya adalah bid’ah. Itu benar itu adalah aqidah kita dan aqidah ahlus sunnah wal jama’ah. Dan ini adalah aqidah Abu hanifah. Dalam kitab fiqh akbar beliau menegaskan : “Allah mempunyai tangan, tapi kami tidak mengatakan bahwa tangan Allah adalah qudroh-Nya. Karena mengatakan seprti itu adalah takwil (interpretasi). Sedangkan takwil itu serupa dengan ta’til (meniadakan).
Kita mempercayai dan myakini aqidah ini, akan tetapi bagaimana cara kita menyebarkannya kepada ummat manusia? Cara menyebarkannya tiada lain ialah dengan pedang, sehingga hanya Allah sajalah yang disembah dimuka bumi ini, dan tiada lagi sekutu bagi-Nya. Inilah yang dinamakan tauhid Uluhiyyah. “Dan dijadikan rizkiku berada di bawah bayangan tombakku”.
Rizki dan tombak. Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mengungkapkannya dengan tombak, oleh karena tombak lebih panjang dari pedang. Adapun pengertian rizki itu sangat luas.
“Dan dijadikan hina dan rendah orang-orang yang menyelisihi urusanku”.
Maksudnya ialah : Yang meninggalkan jihad, pedang dan tombak. Orang yang seperti ini akan direndahkan dan dihinakan.
“Barangsiapa menyerupakan dirinya dengan suatu kaum, maka dia tergolong diantara mereka”.
Serupa dalam hal ini ? yakni cinta dunia dan benci mati. Karena itu, kami tidak merasa bimbang ataupun malu untuk menerangkan aqidah ini, aqidah ahlus sunnah wal jama’ah. Yakni : Jihad itu akan tetap terus berlanjut sampaihari kiamat. Tidak dapat dihentikan oleh penyimangan orang yang lalim maupun keadilan orang yang adil”…… habis perkataan assyahid. [Terjemahan Tarbiyah Jihadiyah. 2/74-76. Al Alaq. Cetakan kedua. April 1995]
Beliau Assyahid Abdullah Azzam juga menyindir orang-orang malas berjihad : “Memperbaiki diri hanya dengan santai-santai, duduk-duduk du masjid, menikmati wewangian, serta memberati perasaan, lalu puas dengan hal-hal yang demikian namun malas dan enggan berjihad fie sabilillah merupakan senda gurau dan main-main bahkan mempermainkan agama Allah. Padahal kita diperintahkan berpaling menjahui mereka, sesuai dengan firman Allah :“Dan tinggalkanlah orang-oarng yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan mereka telah tertipu oleh kehidupan dunia”. (QS. Al Maryam”. (QS. Al an’am : 70)
Berhayal dengan angan-angan indah tanpa memeprsiapkan diri guna meraihnya adalah kondisi jiwa yagn kerdil yang tiada punya semangat merengkuh puncak gunung dan terbang menggapai bintang-bintang. [ Terjemahan dari kitab Wasyiyyah syaikh DR abdullah Azzam : 20-21. (Pustaka Amanah. Cet. Ke-tiga. 8-1997)]
Para Ahli Ushul Fiqh menyatakan :
“Jihad itu adalah dakwah dengan kekuatan, oleh sebab itu wajib pelaksanaannya dengan sekuat tenaga sehingga di dunia ini hanya ada muslim atau orang-orang kafir yang mau menyerah kepada
pemerintahan Isklam dengan membayar jizyah (pajak) kepada pemerintah tersebut”. [Membela tanah air ummat Islam. DR. Abdullah Azzam : 27. (Pustaka Majdi. Cet. Pertama.1-1992)]
Beliau menyampaikan lagi : “Wahai saudara-saudaraku selakian ! Dengan jihadlah kemuliaan kita, dengan jihadlah kita menjaga kebersihan kita, dengan jihadlah kita mengambil hak kita, dan tanpa jihadlah maka kita tidak mempunyai harga diri di dunia dan exsistensi di akhirat kelak”.
Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadan menganiaya diri. (Kepada mereka) malaikat bertanya : Dalam keadaan bagaimana kamu ini ? mereka menjawab : Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri. Para malaikat berkata : Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu ? orang-orang itu tempatnya neraka jahannam. Dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali merka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-ank yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah). Mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”. (QS. Annisa’ : 97-99). [ Attarbiyyah Al Jihadiyyah Wal bina’. DR. Abdullah Azzam. 11/125. (arabnya. Cet. 1991 M)]
Beliau mengungkapkan lagi : “Jihad itu adalah perisai ummat yang kokoh dan tameng yagn kuat. Yang melindungi agama Allah di zaman ini dan disetiap zaman sampai hari kiamat, tidak mungkin suatu prinsip ideologi bisa tegak, kebenaran dapat menang, dan nilai-nilai agama bisa tegak di atas landasannya kecuali jika jihad itu eujud andanya, mustahil suatu prinsip itu bisa menang kecuali dengan perang.
Karena itu tugas para nabi dan rosul di dunia sangat sulit, kewajiban mereka sangat sukar, karena tegaknya ideologi mesti diperjuangkan dengan peperangan demi kemenangannya. Firman Allah :
“Maka mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rosul-Nya dengan membawa petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkankan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai”.(QS. Attaubah : 33).
Dua ayat ini datang di dua tempat dalam Al Qur’an yang menyebutkan qital. Yakni mengenai menyebarkan agama Islam di muka bumi dan kemenangan segala ideologi dan agama yang ada. Lalu di surat Attaubah : 29-32. Asshof : 4. 8. 10-11.
Jihadlah yang menjamin tersebarnya agama ini. Tanpa jihad, tanpa pedang maka tidak akan mungkin bagi agama ini mendapatkan kedudukan di muka bumi. Oleh karenanya, tidak akan mungkin dapat dibendung kekuatan orang-orang kafir itu kecuali dengan perang. Jika tidak ada peperangan, maka syirik akan menginjak-injak bumi. “Dan perangilah mereka !”. kenapa ? “Sampai tidak ada finah”, sehingga tidak ada syirik (fitnah itu syirik). “Sehingga agama itu semata-mata bagi Allah”. Artinya perang itu akan tetap tarus berlanjut sampai hari kiamat, sehingga permukaan bumi seluruhnya menjadi Islam.
“Sungguh perkara (agama) ini akan sampai jauh apa yang telah dilaui oleh malam dan siang. Tak tertinggal sebuah rumah di kota maupun di desa (sama saja apakah rumah itu di desa atau di kota, rumah dari tanah atau dari batu atau kemah. Karena orang-orang Badui disebut sebagai Ahlul Wabr, yang hidupnya tidak menetap dan Ahlul Mal, pengembala onta, orang-orang yang menetap tinggal disebut Ahlul Madar, penduduk kota atau desa), kecuali Allah akan memasukkan agama ini ke dalamnya dengan kemuliaan orang yang mulia atau dengan menghinakan orang yang hina. Kemuliaan yang akan menguatkan agama Allah dan kehinaan yang akan menghinakan orang-orang kafir”.Hadits ini shohih. Diriwayatkan oleh Ahmad, Addarimi serta yang lain.
“Maka berperanglah kamu di jalan Allah, sebab tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri …..
kenapa harus berperang ?
“Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksa-Nya”. (QS. Annisa’ : 84)
Tidak dapat ditolak kekuatan orang-orang kafir kecuali dengan perang, kecuali dengan perang dan menggelorakan semangat kaum muslimin untuk berperang. [Terjemahan Tarbiyah Jihadiyah. 2/59-63.(Al alaq. Cet. Kedua. April-1995)]
VII. PENUTUP
Alhamdulillah. Dengan izin Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Telah selesailah makalah ilmiyah ini. Semoga makalah ini berguna bagi saya pribadi dan bagi kaum muslimin pada umumnya. Jikalau ada kekurangan dan kesalahan itu datangnya dari saya dan dari syaitan, dan jika ada kebenaran itu datangnya dari Allah yang harus kita ikuti. Saya pribadi mengharap saran dan kritik dari para pembaca makalah ini jikalau ada kekurangan atau kesalahannya. Atas perhatiannya saya ucapkan Jazakumullah khoiro.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Membela tanah air ummat Islam. DR. Abdullah Azzam Pustaka Majdi. Cet. Pertama.1-1992
2. Attarbiyyah Al Jihadiyyah Wal bina’. DR. Abdullah Azzam.. (arabnya. Cet. 1991 M)
3. Ikrar perjuangan Islam. DR Najih Ibrahim.’Ashim Abdul Majid.Ishomuddin Darbalah
4. Terjemahan Tarbiyah Jihadiyah.. Al Alaq. Cetakan kedua. April 1995
5. Terjemahan dari kitab Wasyiyyah syaikh DR abdullah Azzam : 20-21. (Pustaka Amanah. Cet. Ke-tiga. 8-1997)
6. Tafsir Al Jamami’ Liahkamil Qur’an LilQurtubi
7. ‘Usyaqul Hur : Syaikh abdullah Azzam
8. Sunan Ibnu Majah
9. Arrohiqul Makhtum. Syaikh Shofiyyur Rohman Mubarokfuri
10. Attarikh al Islami Mahmud Syakir
11. Tarsir Fie Dzilalil Qur’an
12. Tafsir Qur’anul ‘Adzim Ibnu Katsir
13. Kitab Ahkamul Qur’an, Assyafi’I
14. Al Jawab As Shohihah Liman Badala Dienil Masih.
15. Asshiroh Annabawiyyah Ibnu Katsir
16. Musnad Imam Ahmad Ibnu Hambal.
17. Tafsir Atthobari
18. Aljihadu Sabiluna : Abdul Baqi Romdhon
19. Hukmul jihad wabayanuhu, fadzluhu wafadzlus syahadah warribat : Ibrahim bin abdurrohim Al Hudri
20. Ahammiyatul jihad fie nasyrid da’wah Al Islamiyyah warroddi ‘ala thowaif adhdhoollah fiehi
21. Fadhlul Jihad Wal Mujahidin : Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz
22. Lisanul ‘Arob Ibnu Mandzur
23. Fathul bari
24. Irsyadus Sari
(an najah/8-mei-2010)