Merokok Merokok terkhusus di indonesia, membicarakan masalah rokok adalah suatu hal yang sangat sensitif. karena rokok bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, membicarakan masalah rokok sama artinya membicarakan nasib petani tembakau; membicarakan rokok adalah mengusik kesejahteraan pekerja pabrik; dan yang paling penting, membicarakan rokok adalah mengancam pendapatan cukai dan perpajakan.

eits, saya terlupa, ada lagi hal yang tertinggal. membicarakan rokok juga sama dengan menyoal para ‘ulama’ yang masih menikmati kebiasaan menghisab rokok. ya, karena mau tidak mau kudu disetujui bahwa masih banyak dari yang mengaku sebagai ulama dan yang kini duduk di majelis ulama, mereka masih merokok dan berat meninggalkannya.

nah, parahnya justru dari kalangan agamis inilah, mereka memunculkan istilah-istilah nyeleneh yang tidak sedikit ayat quran pun ditariknya sehingga artinya dipermainkan. seperti pada ayat “warka’uu ma’arrooki’iin” yang artinya “maka ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’” kemudian diplesetkan artinya “maka merokoklah bersama orang-orang yang merokok”. atau juga istilah-itilah berbahasa arab yang membingungkan orang awam sehingga mereka tidak bisa membedakan apakah ini dari hadits, ayat quran ataukah perkataan ulama. contohnya “ahlul hisab” (ahli hisab), “ni’matul udud ba’dad dahar” (menikmati rokok setelah makan)dan masih banyak istilah-istilah laen.

ketika membicarakan masalah rokok, ulama yang tadinya kurang perhatian terhadap masalah dasar dalam amalan ibadah menjadi seolah intelek. seperti ulama yang ketika membicarakan masalah doa berjamaah mereka hanya berkata “bukankah ini perbuatan baik” atau berkata “apakah seperti ini buruk”. namun dalam masalah rokok mereka punya sudut pandang berbeda, mereka berkata “mana dalilnya”. berbeda bukan??

tak hanya ulama kawan, media pun ikut-ikutan menjadi kehilangan gaya berpikir. dalam masalah bencana alam, perekonomian, pertahanan mereka (media) akan selalu mengundang pakar-pakar dalam bidangnya untuk berbicara. namun dalam masalah rokok, mereka lebih suka menanyakan pendapat dengan para artis, pedagang asongan, buruh pabrik, dan yang semisal. akan dikemanakan pakar agama dalam permasalahan agama? seolah tugas ulama adalah memimpin pemakaman jenazah saja.

seperti yang tersebut di awal tulisan ini. rokok sangat sensitif bagi warga indonesia. karena perputaran apapun tentang rokok subur sekali di negeri ini. mulai dari pertanian tembakau, pabrik rokok, konsumen dan yang tidak kalah berat untuk dibahas adalah pajak disetiap batang rokok.

naas sekali bukan? seolah tidak bisa berkata “tidak” untuk rokok. lalu, masalah rokok adalah ibarat memekan buah simalakama? saya yakin tidak. indonesia bisa bisa terbebas dengan rokok.

tidakkah anda ingat, anda mau mengorbankan darah untuk saudara anda yang kekurangan darah. anda mau mengorbankan uang untuk membantu saudara anda yang kurang mampu. negara ini pun mau mengorbankan tentaranya, membawa taruhan nyawa untuk sebuah tugas ‘pasukan perdamaian’. negara ini juga mau mengorbankan banyak untuk rakyatnya, karena negara ini memandang itu sebuah kejayaan di masa depan. tapi untuk masalah rokok kenapa tidak?

tidak mau kah anda berkorban sedikit untuk kesehatan? tidak maukah negara ini menyelamatkan rakyatnya? dan yang terpenting tidak maukah anda terbebas dari ancaman “harom” atau “makruh”. ketahuilah kawan, makruh ataupun harom, keduanya lebih dekat dengan neraka dari pada surga Allah. kini, masihkah anda menggunakan emosi ataukah pikiran sehat anda?(by rafiq jauhary)